Translate

Friday, September 21, 2007

Sinetron Ramadan

Sisi Relijius yang Masih Sebatas Kulit

Ibarat jajanan pabukoan yang marak selama Ramadan, sinetron reliji atau sinetron Ramadan pun menjamur di hampir semua stasiun televisi nasional. Ibarat jenis pabukoan yang hampir semua sama, sinetron Ramadan demikian pula. Isinya tak jauh-jauh dari kezaliman tokoh antagonis terhadap tokoh protogonis. Kejahanaman si kaya pada si miskin.

Tipikal sinetron Ramadan yang sedemikain rupa sepertinya sudah dipatenkan. Sejak awal kemunculan sinetron jenis ini (sinetron Doaku Harapanku produksi Multivision dengan pemain Krisdayanti misalnya), tema si jahat terhadap si soleh yang selalu pasrah menjadi seolah trade mark. Hingga Ramadan ini, kisah yang sama tetap mewarnai alur cerita sinteron islami itu.
Boleh dikata sinetron Ramadan sedikit memiliki nilai lebih dibanding sinetron harian.
Setidaknya para aktris udah bisa berkerudung menutupi bagian tubuh mereka yang biasa diumbar tank top. Atau rambut berjeli para aktor yang ditutupi kopiah. Adegan salat dan berdoa menjadi sisipan yang lumayan rutin di tiap episodenya. Plus tentunya akhir cerita yang happy ending dengan kekalahan si jahat dan kembali ke jalan yang benar. Bagaimana dengan sisi cerita yang betul-betul relijius dan humanis? Melihat satu kali episode saja, kita dengan gampang bisa menjawab, belum!
Artinya, sisi islami sinetron Ramadan baru sebatas kulit.Untuk tema cerita seperti ini, malah dibikin sequel di setiap Ramadan. Sinetron Hikmah, dengan bintang Tamara Blezinsky dan Teuku Ryan yang udah main tiga kali Ramadan di judul sinetron tersebut. Hampir sama dengan sinetron Doaku harapanku, tema sentral sinetron ini di tahun pertama adalah kejahatan mertua terhadap si menantu lugu dan miskin. Adegan mata melotot, bisikan hati nan keji dan perdukunan pun menjadi simbolisasi yang tidak logis dan berkesan lucu.

Tidak heran salah seorang bloger mengungkapkan kekecewaanya terhadap sinetron seperti ini di internet. Kapan ya paradigma tentang sinetron ini berubah? Terlebih sinetron spesial Ramadhan. Sinetron macam ini alangkah baiknya jika membawa pesan agama lebih besar daripada telenovelanya, dengan tema yang lebih sederhana.
Zara Zetira, penulis skenarion sinetron Hikmah sendiri mengaku belum puas dengan hasil karayanya di layar kaca. Membalas tanggapan para blogers, ia menuturkan. "Sebagai penulis sayapun merasakan preassure dari pihak lain yang bersangkutan (produser dan stasiun Tv serta hasil survey/rating) Kedengarannya klise , tapi ini bukan excuse. Kenyataannya dunia seni (sinteron) termasuk dalam kategori komoditi dagang (bisnis) yang sulit menjadi independen (murni)," balasnya.
Kisah sinetron Ramadan bak telenovela itu hanya bagian kecil dari bentuk pengaburan nilai-nilai islami yang humanis. Selain tipikal sinetron di atas, sinetron lainnya yang juga layak diperdebatkan adalah sinetron islami dengan unsur mistis dan hal-hal gaib. Biasanya sinetron ini menggambarkan tokoh antagonis yang luar biasa bejatnya. Sehingga di penghujung hayatnya terjadi hal-hal gaib dan kadang mistik.
Menurut Dedy Mizwar, sineas senior Indonesia, sinetron relijius berunsur mistis hanya transformasi dari tontonan mistis di era sebelumnya. 'Kalau dulu ada sinetron mistis, sekarang masih-mistis tapi dengan bumbu relijius," jelasnya, ketika mendapat penghargaan dari SCTV dua tahun silam.
"Memang ada ustadz, mereka bicara kebenaran. Tapi porsinya masih sangat sedikit," imbuhnya. Deddy menyatakan bahwa dirinya tidak mau ikut-ikutan seperti itu. "Karena saya tidak pernah hadir di majelis jin, dan saya tidak mau membuat hal-hal yang saya tidak tahu," jelasnya seraya menegaskan bahwa urusan kita tidak hanya soal jin dan mistik saja. Siapapun tidak bisa memastikan kapan sinetron bertema reliji Islam tetap seperti itu. Selama penentu tayangan bernama rating tetap jadi panduan, tidak mustahil ini akan berkepanjangan. Kecuali pemirsa sadar dibodohi dan berhenti menonton tayangan konyol tersebut.
yuhendra dari berbagai sumber

No comments: