Translate

Showing posts with label Feature. Show all posts
Showing posts with label Feature. Show all posts

Saturday, June 21, 2025

JNE Melesatkan Sinergi Ekonomi Perantau dan Kampung Halaman

 

Sabtu sore, sehari setelah lebaran Idul Adha, 7 Juni 2023 lalu, saya mampir ke rumah salah seorang kerabat. Saya mendapatinya tengah membersihkan dan mengiris-ngiris daging yang didapat dari pembagian daging kurban pada hari itu. Pemotongan hewan kurban di wilayah Kabupaten Agam, tempat kerabat saya tinggal umumnya ditunda sehari, tidak dilaksanakan bertepatan di hari raya dengan alasan waktu penyelenggaran kurban lebih singkat karena terjeda waktu salat Jum’at. Kepada saya dia mengatakan akan mengolah jatah dagingnya untuk dijadikan dendeng kering dan rendang. Dendeng dan rendang itu rencananya akan dikirimkan untuk si Uncu,  adiknya yang merantau di Jakarta.

“Meskipun di Jakarta dia mendapatkan jatah daging kurban, tapi sebagai kakak, rasanya tidak senang kalau Uni tidak ikut mengirimkan olahan daging dari kampung. Apalagi, si Uncu sangat taragak (rindu) masakan olahan Ibu,” tuturnya.

Menurut kerabat saya tersebut, meskipun selama merantau di Jakarta adiknya bisa mendapatkan makanan yang enak-enak dari daerah lain, tapi masakan dari kampung, terutama yang dimasak ibu dan Uni-nya tetap dinanti-nanti. Kiriman dari kampung menjadi pelepas taragak. Ketika ditanyakan apakah kirimannya tidak akan basi di jalan, kerabat saya menyebutkan kalau dia biasa menggunakan JNE yang waktu pengirimannya sangat cepat dan tepat. Kekhawatiran kiriman dari kampung akan terlambat dan tersesat sudah tidak ada.

Kerabat saya bukan satu-satunya yang cukup sering mengirimkan berbagai makanan atau hasil bumi untuk keluarga di rantau. Khairul Basri, salah seorang pensiunan guru, yang anak-anaknya semua merantau dan sudah memiliki keluarga sendiri mengaku tetap mengirimkan apapun yang kira-kira akan disukai anak-anak dan cucunya di perantauan. “Anak-anak Saya yang lidah mereka dari kecil sudah terbiasa dengan makanan dan bahan makanan kampung pasti akan merasakan nikmat makan seperti di rumah jika menerima kiriman kita, orang tuanya,” jelas Khairul Basri.

Ada saja yang dikirimkan Khairul Basri dan istri untuk anak-anaknya yang di Jakarta, Palembang dan Bogor. Kadang dia mengirimkan beras, kopi, cabe kering, cemilan, bahkan sayuran. “ Apapun yang anak-anak atau cucu taragak atau sesuatu yang terpikir oleh kami akan mereka sukai, akan saya belikan, bungkus dan diantar ke JNE,” ujarnya.

“Udah dari dulu menggunakan jasa JNE, gak ribet. Anak-anak pun kalau mengirimkan sesuatu dari rantau menggunakan JNE,” tambah Khairul.

Merantau, Kiriman dan Potensi Ekonomi

Bagi orang Minang yang menganggap berdiaspora atau merantau sebagai bagian dari tradisi dan  budaya, ada nilai yang tidak bisa dipungkiri dalam pelaksanaanya bahwa merantau adalah bagian dari tanda kecintaan kepada kampung halaman. Hal ini dijelaskan dalam ungkapan berikut:

Sayang jo anak dilacuik

Sayang jo kampuang ditinggakan

Ujan ameh di nagari urang

Ujan batu di nagari awak

Kampuang nan jauah dibantu juo

Yang kalau dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia berarti:

sayang kepada anak dipukuli

sayang kepada kampung ditinggalkan

hujan emas di negeri orang

hujan batu di negeri kita

kampung yang jauh dibantu juga

Bagi perantau pemula, rasa cinta yang besar kepada rumah dan kampung yang ditinggal tidak seketika sirna. Mereka yang baru merantau biasanya selalu membawa benda dan bekal yang mengingatkan pada rumah dan kampung halaman. Bagi orang tua setidaknya akan membekali anak-anak mereka dengan rendang. Secara turun temurun, rendang menjadi lauk yang bisa bertahan cukup lama dari rasa basi saat perantau memulai usahanya di negeri orang. Kebiasan itu pun menjadikan rendang sebagai makanan kiriman untuk perantau dari keluarga di kampung halaman jika rindu rumah dan kampung halaman. Meski selanjutnya mereka sudah membangun keluarga sendiri dan tinggal berpuluh-puluh tahun di perantauan, hati dan cinta perantau Minang terhadap kampung halamannya tidak berkurang, terlebih lagi lidah mereka yang tidak bisa lepas dari selera masakan kampung.

Menyadari fakta kalau orang Minang seleranya tidak jauh-jauh dari cita rasa masakan kampung halaman mereka (yang disebut orang luar sebagai masakan Padang), ditambah bahwa masakan Minang banyak yang menyukai, orang-orang pun melihat ini sebagai peluang bisnis. Berbagai UMKM yang mengolah masakan Minang mulai dari rendang, dendeng, ikan kering dan berbagai macam cemilin khas Minang pun mulai bermunculan.

Witri, 55, adalah salah seorang ibu rumah tangga yang melihat peluang ini. Berbekal kepandaiannya mengolah cemilan ringan keripik yang semula dijual hanya kepada teman-teman dan dititip di swalayan, ia pun mulai mengembangkan pemasaran ke luar daerah. “Enaknya usaha seperti ini tidak harus mengeluarkan biaya untuk kontrak kedai, hanya menggunakan biaya untuk jasa ekspedisi” ujarnya.

Mulai merasakan manisnya cuan dari berjualan jarak jauh, Witri pun bergabung dengan emak-emak lain yang punya kemampuan memasak. Perkenalan itu diinisiasi salah seorang anggota DPRD sebagai bentuk program kerjanya. Bersama sembilan belas emak-emak, Witri membentuk kelompok usaha bersama. Mereka mulai memproduksi berbagai macam rendang; daging sapi, ikan, nangka dan jengkol dengan merek “Randang Sakancah Gadang”. Selain itu juga ada produksi cemilan-cemilan kering. Dengan bantuan kurir JNE, produk mereka pun dipasarkan ke berbagai daerah di luar provinsi seperti Pekanbaru, Jambi, dan Jakarta.

“Sayang usaha kami tidak bertahan lama, karena masing-masing sudah melihat peluang pasarnya. Satu-satu keluar dan menjual produk sendiri-sendiri. Yang sudah punya koneksi memanfaatkan koneksi mereka sendiri, seperti menjual rendang bahkan sampai ke Kalimantan,” beber Witri.

Meskipun usaha bersamanya tidak berjalan, namun Witri masih tetap optimis untuk kembali memulai bisnis serupa. Sekarang, bersama tiga kawan, Witri mulai membentuk usaha dalam kelompok “Konco Arek Sahati” membidangi usaha seperti sebelumnya.  Witri yakin, banyaknya perantau Minang di berbagai penjuru negeri dan beragam bahan makanan serta olahannya punya koneksi yang erat untuk digarap dalam frame bisnis.

Peluang-peluang bisnis antara orang-orang di kampung halaman seperti Sumatra Barat dengan perantaunya jika disinergikan akan sangat besar. Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi, medio tahun lalu menyatakan bahwa jumlah perantau Minang sangat banyak. "Apabila dihitung mulai dengan keturunan hingga anggota keluarganya, maka jumlah perantau Minang yang ada di perantauan, lebih banyak dari jumlah penduduk di Sumatera Barat,"kata Mahyeldi (viva.co.id, 2024).

Dari sisi ekonomi, keterikatan perantau Minang dengan kampung halaman tidak lagi sekedar mengirimkan uang atau membelanjakan uang pada saat mudik di kampung. Orang di kampung berpeluang membangun jaringan bisnis dengan tempat kerabat mereka di rantau. Artinya, kiriman dari kampung tidak lagi dilihat sebagai oleh-oleh pelepas rasa rindu, tapi bisa dikembangkan sebagai produk dagang di perantauan. Terelebih urang awak terkenal dengan jiwa dagangnya yang sudah mendarah daging. Bisa diperkirakan perekonomian di kampung bisa hidup dan berkembang.

Inspirasi Tanpa Batas JNE Melesatkan Ekonomi

Sinergi antara perantau dan kampung halaman dalam menggerakan perekonomian tidak akan terwujud baik tanpa andil pihak ketiga, yakni perusahaan ekpedisi barang. Sebagaimana diungkapkan semua pemakai jasa ekspedisi dalam tulisan ini, JNE ternyata menjadi pilihan utama mereka untuk mengirimkan kiriman dan produk untuk anak-anak dan konsumen. Tanpa menyebut perusahaan jasa pengiriman lain, JNE langsung muncul sebagai pilihan pengiriman barang mereka.

“Sejauh ini saya tidak pernah kecewa dengan layanan JNE, selalu tepat waktu dan penerima pun merasa puas karena kualitas barang tetap terjaga,” jelas Witri menjawab pertanyaan kenapa dia memilih JNE untuk mengirim produk UMKM-nya.

Witri menuturkan kalau dia mengetahui JNE dari rekomendasi teman-temannya. Dia sendiri tidak terlalu menelusuri tentang perusahaan ekspedisi yang telah berdiri sejak 1990 silam itu. Baginya saran teman-temannya yang juga dapat rekomendasi dari orang lain menunjukkan bahwa jasa kurir JNE sudah dikenal luas dan terpercaya dari satu pengguna ke pengguna lainnya.

Menurut hasil beberapa peneliti di Cina yang diterbitkan di Jurnal Frontiers  pada 24 Oktober 2022, berjudul The main influencing factors of customer satisfaction and loyalty in city express delivery, ada beberapa faktor yang membuat pelanggan setia pada perusahaan jasa pengiriman. Faktor-faktor berpengaruh itu diantaranya: komitmen dalam waktu pengiriman, kesesuaian antara harga dan layanan, popularitas dan kredibilitas perusahaan, serta keamanan pengiriman.

Merujuk pada profil dan rekam jejak JNE sebagai perusahaan ekspedisi barang, ternyata faktor-faktor ini telah diterapkan sejak lama. Pemenuhan kepuasan pelanggan tercermin dari nilai-nilai yang diterapkan dalam perusahaan: jujur, disiplin, bertanggung jawab dan visioner. Mengacu pada penjabaran nilai perusahaan, JNE menerapkan kejujuran perusahaan dengan melaksanakan tugas sesuai dengan panduan dan prosedur, dapat dipercaya, berintegritas tinggi, serta sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Sebagai penyedia jasa angkutan barang yang disiplin JNE berkomitmen dan gigih dalam memenuhi pencapaian target kinerja dan taat terhadap aturan yang berlaku. Untuk bukti tanggung jawabnya, JNE mengerjakan tugas sesuai deskripsi, kewenangan, dan target yang diberikan dengan tepat waktu dan menggunakan semua sumber daya yang ada secara efisien.  Kecepatan JNE menyesuaikan diri dengan perubahan (adaptif), berpikir kreatif, proaktif melakukan inovasi, perbaikan-perbaikan, serta mampu melihat peluang dan resiko tujuan-tujuan besar di masa depan, menjadikannya sebagai perusahaan yang visioner. Tidak heran kalau JNE sudah meraih puluhan penghargaan dari berbagai kategori.

Karena kualitas dan rekam jejaknya kerja yang baik, perusahan ekspedisi visioner seperti JNE-lah yang bisa menjembatani sinergi antara perantau dengan orang-orang di kampung halaman. Tidak hanya untuk wilayah Sumatra Barat saja, tapi juga daerah-daerah lain dengan perantaunya. Melihat fitur-fitur dan terobosannya seperti Pesona, toko online makanan khas dan oleh-oleh dari UKM (Usaha Kecil Menengah) seluruh Indonesia, membuktikan bahwa  JNE melesat Sat Set dalam membuka peluang bagi siapa saja yang ingin berkembang. Dengan inspirasi tanpa batas, JNE tidak hanya melesatkan perusahaannya tapi juga UKM yang ada di seluruh penjuru nusantara. (Yuhendra

#JNE

#ConnectingHappiness

#JNE34SatSet

#JNE34Tahun

#JNEContentCompetition2025 

#JNEInspirasiTanpaBatas 


Wednesday, October 17, 2007

Lebaran di Bukittinggi, Keramaian yang tak Terhindarkan

BUKITTINGGI - Empat hari menjelang lebaran. Tanda-tanda kalau Bukittinggi akan menjadi sentra keramaian di Sumatra Barat sudah terlihat. Para pedagang panen raya demikian pula halnya dengan para penjual jasa. Padahal Lebaran belum lagi datang. Sepekan menjelang Idul Fitri 1428 Hijriyah, pusat grosir dan eceran pakaian jadi, Pasar Aur Kuning diserbu pembeli. Umumnya pembeli yang datang sebagian besar berasal dari luar kota Bukittinggi.

Basalingkik itulah suasana yang terlihat saat Singgalang memantau aktivitas pasar ini Jum'at kemarin. Ratusan manusia saling antri memadati pusat pasar grosir terbesar di kota Bukittinggi itu. Wajah-wajah cerah mereka terpancar, tanpa bisa mereka embunyikan. Seolah-olah dari pancaran wajah-wajah itu, terlukis sebuah kebahagiaan. Bahagia akan mendapatkan baju untuk merayakan lebaran.

Basalingkik sebelum, dan makin basalingkik pula di saat hingga sepekan setelah lebaran. Inilah fakta yang tidak terelakkan di kota Bukittinggi setiap tahun selama Idul Fitri. Kota yang cuma "sagadang lapek" itu tumpah ruah didatangi massa. "Tidak enak kalau tidak pergi lebaran ke Bukittinggi. Banyak yang bisa dilihat, dibeli dan dikunjungi di sana," kata Johan, pegawai swasta di Pekanbaru.

Meski diaukinya, Bukittinggi sangatlah sumpek di kala lebaran, namun tetap saja perjalanan ke sana dimasukkan ke dalam agenda tahunannya. Malah tidak jarang ia mengajak teman-teman kantornya ikut berlebaran ke Bukittinggi.

Boleh dikata tidak satu pun ruas jalan yang bebas hambatan macet di Bukittinggi sepekan libur lebaran. Untuk memasuki kota itu saja, hambatan sudah demikian terasa. Bagi yang datang dari arah Padang Panjang, kemacetan sudah terasah hingga Koto Baru. Bagi yang datang dari Payakumbuh, sepanjang jalan Baso, Kabupaten Agam pun sudah banyak kendaraan yang tersendat-sendat. Mau masuk dari Maninjau, Hambatan itu sudah terasa panjang sebelum memasuki Koto Tuo.

Belum lagi di dalam kota. Banyaknya pengunjung Bukittinggi yang datang dengan kendaraan pribadi membuat tiap ruas jalan menjadi sesak. Luas jalan yang tidak terlalu lebar harus dibagi menjadi tempat parkir dan berjalan. Bisa dikata kalau semua area pusat kota sangat kronis kemacetannya. Semua jalan dari dan menuju Pasar Atas, Pasar Banto, Lapangan Kantin, malah jalan ke Panorama yang biasanya adem ikut pula basalingkik di hari itu.

Keramaian tidak hanya dirasa pengguna kendaraan bermotor, tapi juga pejalan kaki. Akibatnya, Bukittingg jadi ibarat remah kue yang dikerubungi semut. Target kunjungan mereka adalah berbagai objek wisata. Dan dipastikan kalau Pasar Atas, Jam Gadang, Kebun Binatang yang dihubungkan dengan Benteng, Panorama Atas Ngarai menjadi wilayah ramai yang akut.Namun di situlah letaknya daya tarik Bukittinggi. Semakin ramai, semakin banyak pula orang yang ingin mendatanginya. Keluh kesah karena macet sepanjang perjalanan menuju kota sanjai itu, dan sesaknya antri memasuki objek wisata selalu termaafkan. Cerita dan kenangan yang dibawa selalu membangkitkan rasa ingin kembali di lebaran berikutnya.


Tips Menikmati Libur Lebaran di Bukittinggi:
  • Bagi Anda yang datang ke Bukittinggi menggunakan kendaraan pribadi, gunakan kendaraan hanya untuk datang dan pergi. parkirlah kendaraan di tempat yang sudah ditentukan atau di tempat Anda menginap. Memakai mobil untuk keliling Bukittinggi bukan pilihan yang bijak. Menggunakan kendaraan keliling kota hanya akan menghabiskan waktu di tengah kemacetan dan membuat Anda tidak bebas menjelajahi kota. Selain itu, Anda juga sudah berpartisipasi mengurangi kemacetan di tengah kota.
  • Nikmati suasana lebaran dengan berjalan kaki. Bukittinggi hanya kota kecil yang tiap sudutnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Bahkan dari satu objek wisata ke objek wisata lain bisa tuntas hanya dengan berjalan kaki. Keliling dengan mobil hanya akan mengganggu liburan Anda saja.
  • Bagi Anda yang suka belanja, hati-hati membeli barang dan jangan pernah lelah menawar. Harga yang ditawarkan penjual khususnya souvenir umumnya "harga turis". Begitu Anda menunjukkan niat tidak akan membeli, maka penjual akan menyerah dengan penawaran Anda.
  • Hati-hati copet. Namanya juga ramai. Wilayah seperti Pasar Atas, Kebun Binatang, Benteng dan Panorama adalah daerah yang sangat sempit dan sesak. Keramaian akan menjadi lahan potensial bagi para pencopet.
  • Bagi Anda yang memiliki anak kecil, perhatikan anak Anda. Kalau perlu jangan lepaskan pegangan Anda dari tangan anak. Pengalaman dari tahun ke tahun di sejumlah titip potensial ramai, sering terjadi anak yang hilang dari pantauan orang tuanya. Jangan sampai anak Anda jadi korban penculikan. Maklum sekarang lagi musimnya juga kasus yang satu ini.
  • Siapakan obat-obatan ringan. Anda tidak akan pernah menduga sewaktu-waktu Anda bisa pusing di tengah keramaian. Balsem gosok, minyak angin dan obat-obatan ringan akan sangat membantu. Jujur saja, di antara sekian banyak orang yang tidak Anda kenal, belum tentu Anda akan mendapat pertolongan segera.

Saturday, September 01, 2007

Senyum Korban Gempa dari Rumah Bambu

Matahari beringsut membenamkan wajahnya ke balik perbukitan Nagari Gunuang Rajo, Kabupaten Tanah Datar. Seiring pudarnya surya, senja datang membawa selubung awan tipis dan dinginnya udara malam. Mak Gondok,76, pun mulai menutup rapat jendela dan
pintu rumahnya.
Seulas senyum bermakna syukur tergambar dari raut wajah lansian­ya. Sudah hampir satu bulan ia bisa merasakan kembali lelapnya tidur malam tanpa gangguan tangis anak-anak atau perasaan segan. Ia bisa lagi menikmati kebebasan layaknya yang bisa dirasakan orang seusianya.
"Alhamdulillah amak tidak lagi harus tidur menumpang di rumah tetangga atau di musala. Sekarang amak sudah bisa kembali menga­tur hidup amak sendiri setelah mendapatkan bantuan rumah bambu ini," tutur janda tua itu bahagia.
Mak Gondok adalah salah seorang korban gempa yang menghoyak Sumatra Barat dengan kekuatan 6.3 skala Richter pada 6 Maret lalu. Tidak cuma dia, ratusan warga Jorong Gunuang Rajo Utara dan ratusan masyarakat di berbagai nagari di kabupaten yang dilalui patahan gempa lainnya harus kehilangan rumah dan materi.
Sejak itu, tenda menjadi hunian yang tidak terelakkan. Bahkan hingga dua bulan berselang -karena belum adanya bantuan- tenda masih menjadi tempat tinggal. Di Jorong Gunuang Rajo Utara itu misalnya, ada lebih dari seratus warga yang rumahnya rusak berat dan tidak aman untuk dihuni. Bagi mereka yang tidak punya cukup materi untuk membangun kembali, menumpang, tinggal di bedeng, diam di tenda atau menghuni sebagian sisa rumah menjadi pilihan mengenaskan.
Beruntung ada banyak organisasi non pemerintahan lokal dan asing yang cepat tanggap. Salah satunya, bantuan rumah bambu yang disebut T-Shelter (Transitional Shelter) atau tempat tinggal sementara dari lembaga kemanusiaan asing International Organiza­tion for Migration (IOM).
"Rumah sementara sangat penting dibangun bagi mereka yang masih tinggal di tenda atau bedeng. Dengan adanya rumah sementara, para korban gempa bisa menata ulang kehidupan dan perekonomian mereka kembali sambil membangun hunian permanen," jelas Timo Idema, yang kala itu menjadi Kepala Kantor IOM Cabang Padang saat memberi penjelasan pada warga
Jorong Gunuang Rajo Utara pada April silam.

Pertimbangannya sangat jelas, orang tanpa tempat tinggal yang layak akan sulit menata ulang stabilitas kehidupan dan perekono­mian mereka. Belum lagi resiko kesehatan yang membahayakan para lansia dan balita di dalamnya.
Kondisi Jorong Gunuang Rajo Utara sebagai wilayah pilot project rumah bambu adalah representasi dari kondisi memprihatinkan itu. Kala itu, mengunjungi kampung yang menjadi episentrum gempa Maret silam itu ibarat mengunjungi zona duka. Tenda-tenda dan bedeng darurat di sepanjang jalan berhunikan orang tua dan balita. Tatapan putus asa dan penuh harap selalu menyertai setiap orang luar yang melewati jorong tersebut.

IOM yang didanai Pemerintah Kerajaan Belanda pun datang dengan bantuan rumah sementara. Sejak 8 Maret hingga 31 Agustus sebanyak enam ratus enam puluh lebih rumah bambu telah didistribusikan dan telah dihuni para korban gempa. Wilayah targetnya mencakup Kabu­paten Tanah Datar, Agam, Solok, Padang Pariaman, dan Kota Padang Panjang.

Tidak hanya memberi bantuan, IOM pun berupaya menggalakkan seman­gat gotong royong. "Kendati sudah dalam bentuk rakitan dan gam­pang membangunnya, warga disyaratkan bekerjasama membantu mendir­ikan rumah bambu itu," kata Timo yang menyiratkan moral gotong royong dalam pemberian bantuan itu.
Setelah kurang dari enam bulan, bekerja sama dengan empat LSM lokal; Kabisat, Muslim Aid, Totalitas dan PKPU rumah bambu pun selesai. Kini di wilayah Kapuah, Kabupaten Solok, seolah muncul komplek hunian rumah bambu. "Yang paling melegakan, masyarakat bisa kooperatif dan masih menjunjung semangat gotong royong dalam menyelesaikan program ini," ucap Jajang dari LSM Kabisat.
Meski sementara, bantuan rumah bambu justru bermakna lebih bagi mereka. Malah ada yang menganggap rumah itu bisa dimanfaatkan sebagai rumah permanen. Kalau bantuan atap yang diberikan berupa terpal, maka bagi penerima yang kreatif digantikan seng agar
lebih tahan lama.
"Ini sangat besar berkah dan manfaatnya bagi kami. Ibarat orang yang lagi sakit, maka kami sudah beroleh obat," ujar salah seor­ang penerima bantuan di Aia Taganang, Kabupaten Agam.
Enam bulan berlalu setelah gempa dahsyat itu. Sekarang menapaki perkampungan wilayah gempa tidak lagi mengundang pilu, meski para korban masih menyimpan harap segera dicairkannya bantuan pemerin­tah. Namun dalam penantian panjang itu, ribuan wajah yang kini menghuni rumah bambu itu sudah bisa tersenyum lagi.
yuhendra
SENYUM - Setelah empat bulan lebih tinggal di tenda, Siah korban gempa di Jorong Gunuang Rajo Utara beserta lima anaknya sudah bisa tersenyum kembali dan leluasa menata kembali kehidupan karena bisa tinggal di rumah bambu yang diberikan IOM. Lebih dari enam ratus korban gempa di Sumbar mendapatkan bantuan rumah bambu dari. yuhendra (Published in Singgalang daily Newspaper, September 2, 2007)