Translate

Saturday, September 01, 2007

Senyum Korban Gempa dari Rumah Bambu

Matahari beringsut membenamkan wajahnya ke balik perbukitan Nagari Gunuang Rajo, Kabupaten Tanah Datar. Seiring pudarnya surya, senja datang membawa selubung awan tipis dan dinginnya udara malam. Mak Gondok,76, pun mulai menutup rapat jendela dan
pintu rumahnya.
Seulas senyum bermakna syukur tergambar dari raut wajah lansian­ya. Sudah hampir satu bulan ia bisa merasakan kembali lelapnya tidur malam tanpa gangguan tangis anak-anak atau perasaan segan. Ia bisa lagi menikmati kebebasan layaknya yang bisa dirasakan orang seusianya.
"Alhamdulillah amak tidak lagi harus tidur menumpang di rumah tetangga atau di musala. Sekarang amak sudah bisa kembali menga­tur hidup amak sendiri setelah mendapatkan bantuan rumah bambu ini," tutur janda tua itu bahagia.
Mak Gondok adalah salah seorang korban gempa yang menghoyak Sumatra Barat dengan kekuatan 6.3 skala Richter pada 6 Maret lalu. Tidak cuma dia, ratusan warga Jorong Gunuang Rajo Utara dan ratusan masyarakat di berbagai nagari di kabupaten yang dilalui patahan gempa lainnya harus kehilangan rumah dan materi.
Sejak itu, tenda menjadi hunian yang tidak terelakkan. Bahkan hingga dua bulan berselang -karena belum adanya bantuan- tenda masih menjadi tempat tinggal. Di Jorong Gunuang Rajo Utara itu misalnya, ada lebih dari seratus warga yang rumahnya rusak berat dan tidak aman untuk dihuni. Bagi mereka yang tidak punya cukup materi untuk membangun kembali, menumpang, tinggal di bedeng, diam di tenda atau menghuni sebagian sisa rumah menjadi pilihan mengenaskan.
Beruntung ada banyak organisasi non pemerintahan lokal dan asing yang cepat tanggap. Salah satunya, bantuan rumah bambu yang disebut T-Shelter (Transitional Shelter) atau tempat tinggal sementara dari lembaga kemanusiaan asing International Organiza­tion for Migration (IOM).
"Rumah sementara sangat penting dibangun bagi mereka yang masih tinggal di tenda atau bedeng. Dengan adanya rumah sementara, para korban gempa bisa menata ulang kehidupan dan perekonomian mereka kembali sambil membangun hunian permanen," jelas Timo Idema, yang kala itu menjadi Kepala Kantor IOM Cabang Padang saat memberi penjelasan pada warga
Jorong Gunuang Rajo Utara pada April silam.

Pertimbangannya sangat jelas, orang tanpa tempat tinggal yang layak akan sulit menata ulang stabilitas kehidupan dan perekono­mian mereka. Belum lagi resiko kesehatan yang membahayakan para lansia dan balita di dalamnya.
Kondisi Jorong Gunuang Rajo Utara sebagai wilayah pilot project rumah bambu adalah representasi dari kondisi memprihatinkan itu. Kala itu, mengunjungi kampung yang menjadi episentrum gempa Maret silam itu ibarat mengunjungi zona duka. Tenda-tenda dan bedeng darurat di sepanjang jalan berhunikan orang tua dan balita. Tatapan putus asa dan penuh harap selalu menyertai setiap orang luar yang melewati jorong tersebut.

IOM yang didanai Pemerintah Kerajaan Belanda pun datang dengan bantuan rumah sementara. Sejak 8 Maret hingga 31 Agustus sebanyak enam ratus enam puluh lebih rumah bambu telah didistribusikan dan telah dihuni para korban gempa. Wilayah targetnya mencakup Kabu­paten Tanah Datar, Agam, Solok, Padang Pariaman, dan Kota Padang Panjang.

Tidak hanya memberi bantuan, IOM pun berupaya menggalakkan seman­gat gotong royong. "Kendati sudah dalam bentuk rakitan dan gam­pang membangunnya, warga disyaratkan bekerjasama membantu mendir­ikan rumah bambu itu," kata Timo yang menyiratkan moral gotong royong dalam pemberian bantuan itu.
Setelah kurang dari enam bulan, bekerja sama dengan empat LSM lokal; Kabisat, Muslim Aid, Totalitas dan PKPU rumah bambu pun selesai. Kini di wilayah Kapuah, Kabupaten Solok, seolah muncul komplek hunian rumah bambu. "Yang paling melegakan, masyarakat bisa kooperatif dan masih menjunjung semangat gotong royong dalam menyelesaikan program ini," ucap Jajang dari LSM Kabisat.
Meski sementara, bantuan rumah bambu justru bermakna lebih bagi mereka. Malah ada yang menganggap rumah itu bisa dimanfaatkan sebagai rumah permanen. Kalau bantuan atap yang diberikan berupa terpal, maka bagi penerima yang kreatif digantikan seng agar
lebih tahan lama.
"Ini sangat besar berkah dan manfaatnya bagi kami. Ibarat orang yang lagi sakit, maka kami sudah beroleh obat," ujar salah seor­ang penerima bantuan di Aia Taganang, Kabupaten Agam.
Enam bulan berlalu setelah gempa dahsyat itu. Sekarang menapaki perkampungan wilayah gempa tidak lagi mengundang pilu, meski para korban masih menyimpan harap segera dicairkannya bantuan pemerin­tah. Namun dalam penantian panjang itu, ribuan wajah yang kini menghuni rumah bambu itu sudah bisa tersenyum lagi.
yuhendra
SENYUM - Setelah empat bulan lebih tinggal di tenda, Siah korban gempa di Jorong Gunuang Rajo Utara beserta lima anaknya sudah bisa tersenyum kembali dan leluasa menata kembali kehidupan karena bisa tinggal di rumah bambu yang diberikan IOM. Lebih dari enam ratus korban gempa di Sumbar mendapatkan bantuan rumah bambu dari. yuhendra (Published in Singgalang daily Newspaper, September 2, 2007)

1 comment:

bee as a natural healing source said...

Saya mohon ijin gambar rumah paling atas saya taruh diblog saya. Innerpower.wordpress.com

Terima kasih.
Zlamzani