Translate

Monday, January 07, 2013

Demi Masa

Pertengahan pekan ini, dua orang tua yang saya silau karena penyakit. Yang satu terduduk lunglai di lantai rumahnya yang satu lagi terbaring lemah tak berdaya tidak tahu siapa-siapa. Dua-duanya sakit karena dimakan usia.
Dua orang yang adalah mamak saya itu terlihat tidak terlihat seperti yang tinggal di benak saya dulu. Terakhir bertemu, dua atau tiga tahun lalu, mereka masih terlihat masih kuat dan tegar. Saat itu masih tampak sisa ketampanan yang pernah singgah di masa mudanya, walau kelihatan sedikit keletihan karena umur yang mulai berkurang. Seiring berjalannya waktu, fisik mereka ikut rontok terpahat, menampakkan tulang-tulang penopang tubuh nan semakin ringkih.
Betapa kejamnya waktu. Tidak satupun manusia yang luput dari kekuatannya merontokkan sendi-sendi, mengikis otot-otot yang menjadi penanda kemudaan. Kemudaan siapa saja.
Coba sign in ke facebook, dan perhatikan wajah-wajah teman lama yang sudah lama tak bersua. Mereka yang dulu cantik dan gagah mungkin tidak semenarik dulu lagi. Mereka yang dulu jadi idola di sekolah, kini terlihat biasa-biasa saja. Dan bukalah album foto lama, betapa berbedanya kita tidak semuda dulu lagi.
Demi masa, tidak ada seorang pun yang akan luput dimakan usia. Lantas untuk apa sombong dan membangga-banggakan keindahan fisik yang sebentar lagi juga akan lekang oleh kejamnya waktu?
Saya hanya tertawa dalam hati melihat mahasiswa saya yang bangga akan penampilan fisik atau tampilan luar. Sesekali lancang juga mulut ini mengingatkan mereka bahwa tampilan fisik bukan utama. Cantik dan tampan dari dalam tentu akan lebih mempesona.
Dan bukan hanya itu, bagaimana pentingnya memanfaatkan waktu di usia muda untuk berbuat kebaikan. Baik untuk diri sendiri dan baik pula untuk orang lain. Karena ketika waktunya tiba, fisik yang elok sekarang hanya akan menghilang. Ketika waktunya tiba, hanya budi baik yang akan akan terus dikenang.

1 comment:

Steve Finnell said...

you are invited to follow my blog