Menjelang akhir tahun
ini, saya akan berbicara tentang kebiasaan yang mungkin menjangkiti
sebagian besar masyarakat kita, gak tua, gak muda yaitu bergunjing.
Setuju kan kalo aktivitas itu emang udah menjadi penyakit orang banyak?
Ngaku juga deh kalo kadang kita gak luput dari perbuatan
memperbincangkan orang lain di belakang tersebut.Saya ketika
berada di Belanda dulu, bule-bule yang saya kenal dan kebetulan pernah
ke Indonesia sangat paham dengan aktivitas gosip atau bergunjing itu.
Bahkan, teman-teman saya dari negara lain yang belakangan sempat
berkunjung ke Indonesia syok dengan fakta begitu. Alhasil, selain
menjadi negara yang terkenal korup di mata asing, bangsa kita juga
disebut pegunjing deh.
Barangkali sama seperti Anda, sepanjang tahun ini saya juga tidak luput dari pergunjingan. Nah, yang menggunjingkan siapa lagi kalo bukan orang-orang yang kenal dekat, entah itu kerabat, kolega, teman, atau mahasiswa. Mustahil juga orang yang tidak kenal saya menggosipkan saya, tentunya gak penting banget bagi mereka. Ya kan?
Topik gunjing juga macam-macam. Mulai dari gosip sanjungan hingga gosip murahan yang menjatuhkan, menghujat, atau celaan. Saya dipuji karena prestasi, tapi juga dicaci karena dengki. Suatu hal yang jamak dalam hidup ini.
Sebenarnya seberapa jauh sih gosip mempengaruhi hidup kita? Jawabannya sangat relatif; bisa besar, bisa kecil. Setiap orang tentu punya kadar tersendiri menanggapinya. Untuk gunjingan positif, ini barangkali bisa makin memotivasi. Untuk yang negatif, bisa menjadi pemicu motivasi juga atau sebaliknya justru bikin tertekan bahkan terpuruk.
Kadang kita tidak habis pikir apa peduli orang-orang pembicara di belakang itu dengan urusan kita. Kita juga jadi heran saat disuruh berbuat baik di saat pegunjing itu justru berlaku jahat. Kita diminta bersikap dewasa atas sikap kekanak-kanakan mereka. Kita disebut berpikiran singkat di saat mereka tidak berpikir panjang. Serta sejuta kritik yang sebaiknya dimulai diperbaiki dari si pegunjing itu sendiri.
Adapun halnya dengan saya, mungkin sudah tidak begitu terpengaruh dengan gunjingan dengan sentimen negatif. Saya bisa cuek terhadap bisik-bisik sirik dan pembicaraan di belakang. Saya berpendapat saya tidak akan mungkin menjadi lebih baik dari orang yang berhati jahat. Kalau emang niatnya baik, mereka tentu akan ngomong baik-baik, langsung bukan di belakang.
Barangkali sama seperti Anda, sepanjang tahun ini saya juga tidak luput dari pergunjingan. Nah, yang menggunjingkan siapa lagi kalo bukan orang-orang yang kenal dekat, entah itu kerabat, kolega, teman, atau mahasiswa. Mustahil juga orang yang tidak kenal saya menggosipkan saya, tentunya gak penting banget bagi mereka. Ya kan?
Topik gunjing juga macam-macam. Mulai dari gosip sanjungan hingga gosip murahan yang menjatuhkan, menghujat, atau celaan. Saya dipuji karena prestasi, tapi juga dicaci karena dengki. Suatu hal yang jamak dalam hidup ini.
Sebenarnya seberapa jauh sih gosip mempengaruhi hidup kita? Jawabannya sangat relatif; bisa besar, bisa kecil. Setiap orang tentu punya kadar tersendiri menanggapinya. Untuk gunjingan positif, ini barangkali bisa makin memotivasi. Untuk yang negatif, bisa menjadi pemicu motivasi juga atau sebaliknya justru bikin tertekan bahkan terpuruk.
Kadang kita tidak habis pikir apa peduli orang-orang pembicara di belakang itu dengan urusan kita. Kita juga jadi heran saat disuruh berbuat baik di saat pegunjing itu justru berlaku jahat. Kita diminta bersikap dewasa atas sikap kekanak-kanakan mereka. Kita disebut berpikiran singkat di saat mereka tidak berpikir panjang. Serta sejuta kritik yang sebaiknya dimulai diperbaiki dari si pegunjing itu sendiri.
Adapun halnya dengan saya, mungkin sudah tidak begitu terpengaruh dengan gunjingan dengan sentimen negatif. Saya bisa cuek terhadap bisik-bisik sirik dan pembicaraan di belakang. Saya berpendapat saya tidak akan mungkin menjadi lebih baik dari orang yang berhati jahat. Kalau emang niatnya baik, mereka tentu akan ngomong baik-baik, langsung bukan di belakang.
No comments:
Post a Comment