Sungguh
suatu kebetulan ketika hendak menulis untuk kolom ini saya menemukan sebuah
kisah humor sufi yang menarik. Deceritakan bahwa seorang pemuda baru saja
mewarisi kekayaan orang tuanya. Ia langsung terkenal. Sebagai orang kaya baru banyak orang yang mau menjadi
kawannya. Namun karena ia tidak cakap mengelola, tidak lama seluruh uangnya
habis. Satu per satu kawan-kawannya pun menjauhinya.
Ketika ia
benar-benar miskin dan sebatang kara, ia mendatangi Nasrudin. Pada masa itu,
kaum wali sudah sering dijadikan perantara untuk memohon berkah.
“Uang saya
sudah habis, dan kawan-kawan saya meninggalkan saya. Apa yang harus saya
lakukan?” keluh pemuda itu.
“Jangan
khawatir,” jawab Nasrudin, “Segalanya akan normal kembali. Tunggu saja beberapa
hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia.”
Pemuda itu
gembira bukan main. “Jadi saya akan segera kembali kaya?”
“Bukan
begitu maksudku. Kalu salah tafsir. Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu
lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman.”
Ada pesan
yang sangat jelas tersirat dari cerita lucu di atas. Bukan soal ada gula ada
semut, ketika kita kaya dan berada banyak orang yang mau mendekati kita, namun
justru soal adat dan kebiasaan. Cara kita memandang kebiasaanlah yang membuat
kita bahagia atau sengsara.
Kita
bahagia karena memiliki blackberry yang biasa menemani gosip dan eksistensi
setiap hari. Sebaliknya, kita mendadak
merasa nelangsa dan menderita kalau BB kita rusak atau hilang karena tidak lagi
bisa eksis, gaul atau dianggap keren. Kita lupa, toh sebelumnya hidup kita sentosa
saja tanpa blackberry sekalipun.
Atau saat
menjomblo, kita merasa senang-senang saja tanpa kehadiran pacar. Bisa
kongkow-kongkow dan hang-out bareng teman atau melakukan apa saja suka-suka.
Namun begitu jatuh cinta dan kebebasan tidak lagi seperti sedia kala, kita jadi terbiasa dan merasa
bahagia. Namun kalau jalinan cinta tidak berjalan mulus dan berakhir putus, kita mengutuki hidup seolah hidup ini
sangat tidak adil. Kita jadi lupa bahwa hidup kita bahagia juga tanpa ada pacar
sebelumnya.
Kita memang
sangat gampang dipermainkan perasaan yang timbul karena kebiasaan. Kebiasaan
membuat kita menjadi candu dan kadang lupa bahwa sebenarnya tidak ada yang
abadi di kehidupan ini. Kalau kita biasa kaya, belum tentu besok atau lusa
justru hidup menderita. Kalau hari ini biasa dipuji-puji dan dipacari cowok
atau cewek keren dan tajir, siapa tahu di pelaminan nanti justru pasangannya
jelek dan tidak miskin.
Life is unpredictable, hidup itu gak bisa ditebak. Makanya,
kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan dan kesenangan pada kebiasaaan yang
berlaku pada di kita. Karena hidup itu tidak pernah datar, maka akan lebih
bahagia kalau kita menikmati dan mensyukuri saja apa yang ada. Tanpa harus
membiasakan diri dengan kebahagiaan sesaat.
No comments:
Post a Comment