Translate

Monday, May 28, 2012

Kebiasaan

Sungguh suatu kebetulan ketika hendak menulis untuk kolom ini saya menemukan sebuah kisah humor sufi yang menarik. Deceritakan bahwa seorang pemuda baru saja mewarisi kekayaan orang tuanya. Ia langsung terkenal.  Sebagai orang kaya baru banyak orang yang mau menjadi kawannya. Namun karena ia tidak cakap mengelola, tidak lama seluruh uangnya habis. Satu per satu kawan-kawannya pun menjauhinya.
Ketika ia benar-benar miskin dan sebatang kara, ia mendatangi Nasrudin. Pada masa itu, kaum wali sudah sering dijadikan perantara untuk memohon berkah.
“Uang saya sudah habis, dan kawan-kawan saya meninggalkan saya. Apa yang harus saya lakukan?” keluh pemuda itu.
“Jangan khawatir,” jawab Nasrudin, “Segalanya akan normal kembali. Tunggu saja beberapa hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia.”
Pemuda itu gembira bukan main. “Jadi saya akan segera kembali kaya?”
“Bukan begitu maksudku. Kalu salah tafsir. Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman.”
Ada pesan yang sangat jelas tersirat dari cerita lucu di atas. Bukan soal ada gula ada semut, ketika kita kaya dan berada banyak orang yang mau mendekati kita, namun justru soal adat dan kebiasaan. Cara kita memandang kebiasaanlah yang membuat kita bahagia atau sengsara.
Kita bahagia karena memiliki blackberry yang biasa menemani gosip dan eksistensi setiap hari.  Sebaliknya, kita mendadak merasa nelangsa dan menderita kalau BB kita rusak atau hilang karena tidak lagi bisa eksis, gaul atau dianggap keren. Kita lupa, toh sebelumnya hidup kita sentosa saja tanpa blackberry sekalipun.
Atau saat menjomblo, kita merasa senang-senang saja tanpa kehadiran pacar. Bisa kongkow-kongkow dan hang-out bareng teman atau melakukan apa saja suka-suka. Namun begitu jatuh cinta dan kebebasan tidak lagi seperti  sedia kala, kita jadi terbiasa dan merasa bahagia. Namun kalau jalinan cinta tidak berjalan mulus dan berakhir  putus, kita mengutuki hidup seolah hidup ini sangat tidak adil. Kita jadi lupa bahwa hidup kita bahagia juga tanpa ada pacar sebelumnya.
Kita memang sangat gampang dipermainkan perasaan yang timbul karena kebiasaan. Kebiasaan membuat kita menjadi candu dan kadang lupa bahwa sebenarnya tidak ada yang abadi di kehidupan ini. Kalau kita biasa kaya, belum tentu besok atau lusa justru hidup menderita. Kalau hari ini biasa dipuji-puji dan dipacari cowok atau cewek keren dan tajir, siapa tahu di pelaminan nanti justru pasangannya jelek dan tidak miskin.
Life is unpredictable, hidup itu gak bisa ditebak. Makanya, kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan dan kesenangan pada kebiasaaan yang berlaku pada di kita. Karena hidup itu tidak pernah datar, maka akan lebih bahagia kalau kita menikmati dan mensyukuri saja apa yang ada. Tanpa harus membiasakan diri dengan kebahagiaan sesaat.

No comments: