Translate

Friday, November 23, 2007

Penanganan yang tak Berujung Penyesalan

Kehamilan Pra Nikah

Kini ku tak seperti dulu
Memiliki yang kubanggakan
Sebagai seorang wanita lagi
seutuhnya
Yang hilang sekejap saja

Sebentar saja ke mengenalnya
Tertipu mata dan pesona
Terlena hingga kuserahkan semua untuknya
Hingga ku menyadari

Sesungguhnya aku
Tak pernah mencintainya
Penyesalan kini
Ku harus kuhadapi sendiri

(Penyesalan, Titi DJ)

Silvi,26, tidak pernah menyangka kalau lagu Penyesalan yang dinyanyikan Titi DJ itu menjadi lagu tema hidupnya. Sama seperti makna syair di lagu itu, ia juga telah-dengan naifnya- menyerahkan kesuciannya pada mantan pacarnya. Tidak hanya itu, ketika ia mendapati dirinya telat menstruasi ia dihantui ketakutan teramat sangat atas apa yang harus dan akan ia hadapi.
Meski janin tak diharapkan itu akhirnya tidak tumbuh dan berkembang di rahimnya, toh ia tetap saja menyesali apa yang telah ia perbuat di masa remajanya dulu. Selain kehilangan kegadisan, ia sekarang justru dicekam kekhawatiran kelak tidak bisa memiliki anak karena usaha aborsi yang pernah ia lakukan.
"Jauh dari pantauan orang tua, rasa ingin tahu dan takut kehilangan pacar membutakan saya akan segala resiko yang harus ditanggung. Ketika mengetahui hamil, saya langsung panik. Kemarahan orang tua dan takut dikucilkan dari pergaulan membuat saya kehilangan arah," tutur Silvi penuh sesal mengingat perjalanan nestapa hidupnya enam tahun silam.
Kehilangan keperawanan dan memutuskan aborsi adalah bagian terberat dalam hidup Silvi. Namun dipastikan, ia bukan hanya satu-satunya perempuan yang bernasib sama. Menurut catatan WHO, tahun 2000 saja-saat Silvi memutuskan menggugurkan janin di luar nikahnya itu-ada dua pertiga dari 75 juta perempuan dengan kehamilan tidak diinginkan berakhir tidak di sengaja. Dua puluh juta di antaranya dilakukan secara tidak aman dengan kontribusi 13 persen dan menyebabkan 78 ribu perempuan meninggal setiap tahunnya.
Aborsi memang tidak aman dan selalu menjadi masalah kesehatan pelakunya. Menurut Zumrotin K Susilo pada sebuah seminar pendidikan seks, di Indonesia terdapat 1,5 juta - 2 juta kasus aborsi setiap tahunnya. Dan secara formal, aborsi tidak aman diperkirakan menyumbang 11,1% pada kematian ibu (Majalah Gemari, 2003).
Hamil di luar nikah adalah sesuatu yang jauh dari pikiran para remaja perempuan manapun. Ketakutan dicap sebagai perempuan gampangan, perubahan status yang sendiri menjadi orang tua, serta ketakutan dikucilkan dari lingkungan membuat 'kecelakaan" itu diselesaikan dengan aborsi. Padahal, jalan itu belum tentu menjadi solusi malah sebaliknya justru menimbulkan persoalan baru.
Banyak persoalan susulan yang ditimbulkan oleh aborsi. Jika aborsi yang ditangani secara tidak aman oleh bukan pelaku medis bisa menimbulkan kematian ibu, aborsi yang 'aman' sekalipun menimbulkan dampak yang tidak ringan. Pelaku aborsi cenderung depresi dan stres akibat trauma aborsi. Lihat saja kasus aborsi di Singapura. Di negara itu diperkirakan terdapat 14.000 perempuan yang menggugurkan kandungan setiap tahun. Sementara itu dari berbagai negara, terdapat banyak psikiater dan dokter yang telah menyampaikan pentingnya mewaspadai efek jangka panjang dari aborsi.
Sebuah penelitian terhadap lebih dari 170.000 perempuan California mendapatkan bahwa mereka yang pernah menjalani aborsi berkemungkinan tiga kali lebih banyak untuk bunuh diri(Suara Pembaharuan, 6 April 2003).
Suntingan berita itu tidak menjelaskan usia dan status perkawinan perempuan pelaku aborsinya. Namun bisa dipastikan, jika pelakunya remaja beban psikologis yang dipikul akan lebih berat dibanding mereka yang sudah menikah.
Lebih detail dr.Didik Joko Martopo, Senior Coordinator Pusat Informasi & Layanan Remaja (PILAR) PKBI Jateng di situs ceria, BKKBN menjelaskan ada banyak resiko melakukan Aborsi pada remaja:
1.Infeksi alat reproduksi karena melakukan kuretase (secara medis) yang dilakukan secara tak steril. Hal ini membuat remaja mengalami kemandulan di kemudian hari setelah menikah.
2.Pendarahan sehingga remaja dapat mengalami shock akibat pendarahan dan gangguan neurologist. Selain itu pendarahan juga dapat mengakibatkan kematian ibu maupun anak atau keduanya.
3.Resiko terjadinya reptur uterus atau robeknya rahim lebih besar dan menipisnya dinding rahim akibat kuretase. Kemandulan oleh karena robeknya rahim, resiko infeksi, resiko shock sampai resiko kematian ibu dan anak yang dikandungnya.
4.Terjadinya fistula genital traumatis adalah suatu saluran atau hubungan antara genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan yang secara normal tidak ada.
Mengingat lebih banyak rugi daripada untung, maka penanganan kehamilan remaja di luar nikah membutuhkan perlakuan yang agak berbeda. Dukungan dari orang tua sebagai individu terdekat dan pasangan untuk tidak menggugurkan kandungan jelas sangat penting. Artinya, ketika kesalahan melakukan seks pra nikah berbuah kehamilan tidak boleh disertai dengan kesalahan berikutnya.
Kita bisa saja belajar dari kesalahan para figur publik yang punya persoalan sama. Kehamilan di luar nikah artis Nana Mirdad yang menghiasi berita di infotainment medio Agustus 2006 silam misalnya. Menyelamatkan janin yang terlanjur tumbuh ditubuhnya menjadi pilihan. Dukungan itu juga dilontarkan Lidya Kandau sang ibu. Dengan nada yang sama, mereka menyiratkan dan sepakat kalau kesalahan tidak harus ditebus dengan kesalahan lainnya. Aborsi jelas bukan penyelesaian dari persoalan yang dihadapi Nana kala itu. Sekarang Nana malah membangun keluarga dengan pasangannya Andrew White.
Dukungan psikologis terhadap remaja yang hamil di luar nikah berperan penting. Apapun keputusannya, toh segala tindakan harus dikonsultasikan, baik itu orang tua maupun ahlinya. Sehingga kesalahan tidak selalu berujung penyesalan. yuhendra

No comments: