Translate

Friday, December 13, 2013

Siap Berubah


Sejak terpilih menjadi gubernur DKI, banyak harapan tertumpu dipundak Jokowi untuk melakukan perubahan di ibukota yang semrawut itu. Mulai dari soal kemacetan, banjir, hingga pembenahan birokrasi. Dan sekarang, perlahan Jokowi melakukan pembenahan itu.

Sengaja saya pilih kinerja Jokowi contoh karena ada unsur kedekatan informasi dengan masyarakat Indonesia. Lagipula, gerakan perubahan yang dia lakukan akan menjadi contoh baik untuk pembahasan berikut ini.

Kita saksikan penolakan sekelompok orang terhadap kebijakan Jokowi memindahkan pedagang kaki lima (PKL). Ada protes massa yang direlokasi dari pinggir kanal banjir. Dan terakhir omelan pemilik mobil yang digembosin ban kendaraannya karena parkir bukan di tempat semestinya.

Inti dari contoh kasus itu adalah, banyak orang yang ingin Jakarta berubah jadi baikn tapi ketika perubagan itu datang, banyak yang tidak siap. Parahnya, ketika perubahan itu diminta dari warganya sendiri, ada yang berontak. Padahal, mereka tahu bahwa perubahan itu menuntut perubahan dari diri mereka semua.

Leo Tolstoy, sastrawan Rusia pernah berujar bahwa setiap orang berfikir untuk mengubah dunia, tapi tidak satu pun yang berfikir untuk mengubah diri mereka. Pengarang War and Peace ini menyinggung perilaku manusia yang sering berharap untuk berubah, tapi tidak memulai perubahan itu dari diri sendiri.

Kita sadar keluar hingga larut malam tidak baik atau pacaran kelewat batas itu bisa merusak. Kita juga mengerti mencontek itu salah, berbohong pada orang tua demi uang saku tambahan itu dosa, menerobos lampu merah itu melanggar hukum. Banyak perbuatan yang diketahui sebenarnya salah, tapi sudah dianggap biasa karena berbagai justifikasi untuk penghibur diri.

Dan karena sudah nyaman dengan kesalahan-kesalahan itu, orang jadi cenderung membenarkan perbuatan salah mereka. Mereka jadi enggan mengubah kebiasaan yang salah itu.

Parahnya, saat hati kecil mengingatkan salah, masih saja kesalahan itu diteruskan. Ketika orang lain memberitahu ada yang salah dengan sikap dan perbuatan itu, maka protes pun dilontarkan. Sekali lagi nurani dimatikan dengan pembenaran-pembenaran untuk penyenang diri. 

Maka, sudah saatnya menghidupkan kembali hati nurani. Ketika tahu ada yang salah dengan perbuatan, maka siaplah untuk berubah. Kesiapan itu dimulai dengan menghentikan kesalahan-kesalahan sebelum terlanjur nyaman dengannya.

No comments: