Translate

Thursday, September 20, 2012

Galau

Akhir-akhir ini di layar blackberry dan facebook saya terpajang status – status galau dari beberapa sebagian kontak yang ada di daftar. Mengeluhkan sakit hati karena ditinggalin pacar, meratapi nasib karena cowoknya selingkuh, merasa putus asa karena cowoknya tidak menunjukkan rasa cinta yang terlalu berapi-api. Parahnya, ada status yang demi mempertahankan cintanya, si cowok rela dicarut-maruti sama pasangannya. Kacau!

Istilah galau emang lagi trend di kalangan anak muda dan berbagai ujaran acara-acara hiburan televise. Meski baru trend, namun, kondisi galau itu sendiri umurnya tentunya sudah setua peradaban manusia. Selama manusia masih ada, galau itu sendiri tidak akan pernah musnah dan hilang begitu saja. Bahkan ketika istilah galau sudah tidak menjadi topik trend sekalipun.

Menurut kamus bahasa Indonesia, galau adalah sebuah kata sifat yang berarti ramai-ramai (kondisi dan suasana) atau kacau tidak karuan (untuk menggambarkan pikiran). Ketika dikaitkan dengan kondisi psikologi, yang saya telusuri dari berbagai komentar dan tulisan di internet, galau adalah kondisi dimana seseorang sedang dalam keadaan bingung, sehingga tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan ada yang memaknai galau adalah suasana hati yang tidak menentu.

Terserah, apapun itu definisinya galau saat ini memang menjadi virus di kalangan remaja. Salah satu sumber di blog menyebutkan, orang yang menunjukkan kegalauan biasanya cenderung “mencari perhatian”, baik minta dikasihani atau pun minta diapresiasi. Dan memang sepertinya demikian. Apa tujuannya coba kalau ganti status yang galau begitu kalau bukan ingin direspon dan dikasihani?

Masih lewat penelusuran blog di dunia maya, rasa galau lama-lama bisa membunuh karakter seseorang. Orang yang memproklamirkan dirinya tengah galau akan cenderung menutup diri dan menutup segala kemungkinan solusi yang ada atas permasalahannya sehingga sulit berpikir jernih. Orang galau akan “mensetting” pikirannya bahwa ia tengah sendirian di dunia ini, tidak ada orang yang mampu menolongnya, sehingga ia pun hadir sebagai sosok yang tengah berputus asa.

Kondisi galau akan memengaruhi Adversity Quotient (AQ) seseorang. AQ didefinisikan sebagai ketahanan atau resistensi seorang individu dalam menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya, mengendalikan dan mengambil peluang dari setiap kesulitan yang dihadapinya, dan ketahanan dalam menyelesaikan suatu problem. Atau secara sederhana AQ merupakan kapasitas kita untuk merespon secara produktif saat-saat stress atau dalam masa susah.

Begitu kita galau, maka AQ kita bisa menurun. Penurunan AQ akan memberi dampak kita menjadi orang yang gampang putus asa dan menyerah. Windy Natriavi S. dalam esainya “The Missing Abundance Mentality in Our Curriculum” (2011, p.94) menulis masalah tidak majunya negara kita di percaturan internasional karena AQ bangsa kita yang rendah. Padahal, negara kita sangat potensial untuk bisa maju dengan negara-negara lainnya.

Nah, intinya, kalau kita ingin maju dan terus masju, galaunya gak usah dipelihara deh. Mending cari berbagai jalan positif yang bisa mengusir rasa galau itu sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih bernilai.

2 comments:

Anonymous said...

I really liked your blog! It helped me alot… Awesome. Exactly what I was looking for. Thanks!

Anonymous said...

hey your blog design is very nice, clean and fresh and with updated content, make people feel peace and I always like browsing your site.