Akhir-akhir ini di layar blackberry dan facebook saya terpajang status –
status galau dari beberapa sebagian kontak yang ada di daftar.
Mengeluhkan sakit hati karena ditinggalin pacar, meratapi nasib karena
cowoknya selingkuh, merasa putus asa karena cowoknya tidak menunjukkan
rasa cinta yang terlalu berapi-api. Parahnya, ada status yang demi
mempertahankan cintanya, si cowok rela dicarut-maruti sama pasangannya.
Kacau!
Istilah galau emang lagi trend di kalangan anak muda dan
berbagai ujaran acara-acara hiburan televise. Meski baru trend, namun,
kondisi galau itu sendiri umurnya tentunya sudah setua peradaban
manusia. Selama manusia masih ada, galau itu sendiri tidak akan pernah
musnah dan hilang begitu saja. Bahkan ketika istilah galau sudah tidak
menjadi topik trend sekalipun.
Menurut kamus bahasa Indonesia, galau
adalah sebuah kata sifat yang berarti ramai-ramai (kondisi dan suasana)
atau kacau tidak karuan (untuk menggambarkan pikiran). Ketika dikaitkan
dengan kondisi psikologi, yang saya telusuri dari berbagai komentar dan
tulisan di internet, galau adalah kondisi dimana seseorang sedang dalam
keadaan bingung, sehingga tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan ada yang
memaknai galau adalah suasana hati yang tidak menentu.
Terserah,
apapun itu definisinya galau saat ini memang menjadi virus di kalangan
remaja. Salah satu sumber di blog menyebutkan, orang yang menunjukkan
kegalauan biasanya cenderung “mencari perhatian”, baik minta dikasihani
atau pun minta diapresiasi. Dan memang sepertinya demikian. Apa
tujuannya coba kalau ganti status yang galau begitu kalau bukan ingin
direspon dan dikasihani?
Masih lewat penelusuran blog di dunia
maya, rasa galau lama-lama bisa membunuh karakter seseorang. Orang yang
memproklamirkan dirinya tengah galau akan cenderung menutup diri dan
menutup segala kemungkinan solusi yang ada atas permasalahannya sehingga
sulit berpikir jernih. Orang galau akan “mensetting” pikirannya bahwa
ia tengah sendirian di dunia ini, tidak ada orang yang mampu
menolongnya, sehingga ia pun hadir sebagai sosok yang tengah berputus
asa.
Kondisi galau akan memengaruhi Adversity Quotient (AQ)
seseorang. AQ didefinisikan sebagai ketahanan atau resistensi seorang
individu dalam menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya,
mengendalikan dan mengambil peluang dari setiap kesulitan yang
dihadapinya, dan ketahanan dalam menyelesaikan suatu problem. Atau
secara sederhana AQ merupakan kapasitas kita untuk merespon secara
produktif saat-saat stress atau dalam masa susah.
Begitu kita
galau, maka AQ kita bisa menurun. Penurunan AQ akan memberi dampak kita
menjadi orang yang gampang putus asa dan menyerah. Windy Natriavi S.
dalam esainya “The Missing Abundance Mentality in Our Curriculum” (2011,
p.94) menulis masalah tidak majunya negara kita di percaturan
internasional karena AQ bangsa kita yang rendah. Padahal, negara kita
sangat potensial untuk bisa maju dengan negara-negara lainnya.
Nah,
intinya, kalau kita ingin maju dan terus masju, galaunya gak usah
dipelihara deh. Mending cari berbagai jalan positif yang bisa mengusir
rasa galau itu sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih bernilai.
2 comments:
I really liked your blog! It helped me alot… Awesome. Exactly what I was looking for. Thanks!
hey your blog design is very nice, clean and fresh and with updated content, make people feel peace and I always like browsing your site.
Post a Comment