Translate

Thursday, September 20, 2012

Individualis atau Berkelompok?

 Pada sebuah mata kuliah yang membahas tentang budaya, saya sempat mengajukan pertanyaan pada para mahasiswa; “Apa pendapat kalian tentang orang barat?”

Semua pengikut kelas tersebut sepakat bahwa orang barat bersifat individualis. Lantas, mengacu pada jawaban mereka, saya balik bertanya; “Apa makna dari individualis tersebut dalam pemahaman Anda?”.
Atas pertanyaan itu, mereka tidak buru-buru menjawab. Setelah berfikir dalam rentang satu hingga dua menit, masing-masing mulai memberikan analisa mereka. Individualis menurut mereka adalah, egois, keras kepala, mementingkan diri sendiri, tidak peduli dengan orang lain, tidak peduli dengan sesamanya dan segala macam konotasi negatif yang menggambarkan sifat anti sosial lainnya.

Pandangan para mahasiswa saya di dalam kelas terhadap orang barat dan budaya mereka adalah pandangan yang jamak pula kita temui di tengah masyarakat. Masyarakat kita percaya dan punya asumsi negative tentang sifat individualis para bule di negara barat sana.

Geert Hofstede, peneliti manajemen asal Belanda pada tahun 1980 pernah melakukan kajian tentang perilaku pekerja berdasarkan budaya di empat puluh negara. Temuanya yang melibatkan lebih dari seratus ribu pekerja di perusahaan multi nasional itu menghasilkan suatu teori tentang dimensi budaya dan selanjutnya menjadi acuan untuk menggambarkan perilaku manusia karena budayanya.

Salah satu dimensi itu ia sebutkan dengan dimensi individualism-collectivism atau dimensi indifidualis atau berkelompok. Dimensi ini menggambarkan budaya-budaya yang longgar secara struktur hingga budaya yang terintegrasi dengan sangat erat. Dimensi ini mengacu pada bagaimana orang memposisikan dirinya dan hubungannya dengan yang lain.

Dalam budaya yang individualis, kepentingan pribadi berada di atas kepentingan kelompok.Hubungan antar pribadi sangat longgar. Orang-orang mengurus diri mereka sendiri dan keluarga inti mereka saja. Sementara itu, pada budaya berkelompok, kepentingan kelompok justru berada di atas kepentingan pribadi. Setiap orang sangat terintegrasi satu sama lain, begitu erat dalam kelompok yang berkelanjutan hingga akhir hayat dengan kesetiaan yang tidak lagi dipertanyakan.

Dalam hal ini, persepsi kita mungkin masih tetap melihat sifat anti sosial orang-orang di belahan bumi barat sana. Kita yang terbiasa hidup berkelompok dan nyaman di dalam lingkup keluarga besar merasa, memang sudah sepatutnya demikian.

Namun Geert Hofstede tidak melihatnya sesederhana itu. Meski tidak mengkaji mana yang baik dan yang benar, namun barangkali kita bisa mengkoreksi kekeliruan terhadap makna individualisnya para orang barat sana. Dan itu akan kita lanjutkan pada tulisan minggu depan.

No comments: