Translate

Thursday, January 24, 2013

Nila Setitik

Kita tentu pernah mendengar pepatah, 'karena nila setitik, rusak susu sebelanga'. Dan kita tentunya juga paham arti pepatah tersebut yang bermakna, karena kesalahan sedikit hilang kebaikan selama ini. Tapi apa yang akan saya sampaikan berikut ini cukup berbeda dengan makna tersirat dari pepatah itu. Kenapa tidak dilihat dari makna tersuratnya saja.Tidak ada manusia yang tidak luput dari kesalahan. Tidak seorang manusia pun yang luput dari kekhilafan. Tidak ada satupun orang yang di muka ini berlaku selalu benar tanpa cela. Namun, antara berlaku salah, khilaf dengan sengaja berbuat salah adalah suatu hal yang jauh berbeda.

Dari sekian banyak orang yang berbuat salah dan kemudian menyadarinya lantas menyesali perbuatannya itu, juga banyak orang yang justru sengaja berbuat salah. Ada orang-orang yang dengan penuh kesadaran berbuat tidak benar sehingga terjerumus pada kejahatan terencana. Ada orang-orang yang menikmati kesalahan dan kejahatannya.

Kejahatan dan kesalahan bagaimanapun akan merusak tatanan kebaikan. Apalagi jika kejahatan dan kesalahan itu sudah diniatkan yang tujuannya untuk menguntungkan diri sendiri namun merugikan orang lain. Di sinilah letak dari makna tersirat nila yang merusak susu sebelanga.

Lantas seberapa yakin kita kalau kita telah menjadi nila pada sebuah tatanan kebaikan. Lidah kita mungkin berkata tidak. Sejuta alasan mungkin terucap. Atau berbagai justifikasi mungkin disampaikan. Tapi tidak ada pengukur sebaik hati. Hati kitalah yang tahu bahwa apa yang kita lakukan adalah sebuah kejahatan atau kesalahan. Pada hati kita bisa jujur bahwasanya perbuatan kita itu bertentangan dengan kebenaran dan kebaikan atau bukan.

Ketika hati berkata salah, kenapa kita mesti meneruskan berbuat salah. Ketika hati kita berusaha mencegah, bukankah sepatutnya kita berhenti berbuat. Ketika hati kecil kita meragu dan membisikkan ada yang salah dengan perbuatan kita, berarti memang ada sesuatu yang tidak benar.
Sudah banyak contoh orang yang menjadi nila di hadapan kita. Mereka ada yang duduk di kursi pemerintahan. Mereka ada yang menjadi wakil kita di parlemen. Mereka ada di kampus, di antara teman-teman atau bahkan kita sendiri yang menjadi nila itu.

Mungkin tidak ada gunanya terus menunjuk. Mari tanya saja hati sendiri. Sudah benarkah kita dalam bersikap, berbuat atau berniat? Kita bisa menjawab apakah kita sering menjadi nila dalam susu sebelanga?

No comments: