Don't judge a book from it's cover. Jangan nilai
buku dari sampulnya. Demikian kita selalu diingatkan dengan perumpamaan
untuk tidak gampang menjatuhkan penilaian terhadap seseorang. Butuh
lebih dari sekedar tahu ataupun kenal untuk menjatuhkan penilaian
terhadap seseorang.
Lagian, kita sebenarnya juga tidak berhak sih menilai orang. Namun kalau memang mau menilai, kita tidak bisa melakukannya sebatas di permukaan. Kita harus benar-benar kenal, tahu sifat dan kepribadian orang yang dinilai.
Ibarat buku, kita harus membaca dan mengupas tuntas isinya. Ibarat melihat sebuah koin, dengan hanya sekali lihat kita hanya akan melihat satu sisi. Untuk tahu bagaimana kondisi koin itu, kita harus melihat sisi lain yang luput dari pandangan pertama.
Sudah cukup umum kalau manusia menilai orang lain berdasarkan standar atau sudut pandangnya saja. Artinya, manusia sudah menentukan patokan pada titik tertentu dalam menilai orang lain. Jika orang tersebut dianggap memenuhi standar pribadi, maka citra positif akan gampang melekat. Jika standarnya ada di bawah atau tinggi, maka akan ada perlakuan-perlakuan khusus.
Standar dan penilain kulit-kulit saja itu, akan mempengaruhi kerukunan hubungan sosial. Orang lain bisa dianggap bersalah hanya karena berbeda, atau sebaliknya disanjung dan dipuja karena berada di atas standar yg menilai.
Ada banyak cara untuk menilai sehingga tidak menyebabkan orang lain tersudutkan dan disalahkan. Ibarat nonton, menggunakan kacamata 3D belumlah cukup. Kita butuh kacamata multi dimensi, sehingga tidak gampang menjatuhkan penilaian.
Kalaua penilaian hanya dari satu sisi, maka kita akan kehilangan objektivitas. Daripada sotoy hingga jatuh ke suudzon, mending kenali dulu orang tersebut. Atau gampangnya saja, mendingan gak usah menilai orang lain deh!
Lagian, kita sebenarnya juga tidak berhak sih menilai orang. Namun kalau memang mau menilai, kita tidak bisa melakukannya sebatas di permukaan. Kita harus benar-benar kenal, tahu sifat dan kepribadian orang yang dinilai.
Ibarat buku, kita harus membaca dan mengupas tuntas isinya. Ibarat melihat sebuah koin, dengan hanya sekali lihat kita hanya akan melihat satu sisi. Untuk tahu bagaimana kondisi koin itu, kita harus melihat sisi lain yang luput dari pandangan pertama.
Sudah cukup umum kalau manusia menilai orang lain berdasarkan standar atau sudut pandangnya saja. Artinya, manusia sudah menentukan patokan pada titik tertentu dalam menilai orang lain. Jika orang tersebut dianggap memenuhi standar pribadi, maka citra positif akan gampang melekat. Jika standarnya ada di bawah atau tinggi, maka akan ada perlakuan-perlakuan khusus.
Standar dan penilain kulit-kulit saja itu, akan mempengaruhi kerukunan hubungan sosial. Orang lain bisa dianggap bersalah hanya karena berbeda, atau sebaliknya disanjung dan dipuja karena berada di atas standar yg menilai.
Ada banyak cara untuk menilai sehingga tidak menyebabkan orang lain tersudutkan dan disalahkan. Ibarat nonton, menggunakan kacamata 3D belumlah cukup. Kita butuh kacamata multi dimensi, sehingga tidak gampang menjatuhkan penilaian.
Kalaua penilaian hanya dari satu sisi, maka kita akan kehilangan objektivitas. Daripada sotoy hingga jatuh ke suudzon, mending kenali dulu orang tersebut. Atau gampangnya saja, mendingan gak usah menilai orang lain deh!
No comments:
Post a Comment