Translate

Wednesday, September 18, 2013

Malu

Suatu pagi, usai anak saya mandi, tubuhnya saya bedaki. Anak saya yang baru berumur lima tahun itu spontan protes. Dia tidak mau seperti adik bayi. Alasannya dia malu kalau nanti ketahuan teman-temannya dan akan ditertawakan di sekolah nanti.

Bukan kali pertama anak saya itu menyatakan kekhawatiran malu akan ditertawakan teman-temannya atau orang lain. Saya heran dari mana dia bisa punya pemikiran tentang rasa malu akan ditertawakan teman-temannya untuk urusan bedak, warna kaos kaki yang menyolok, botol air yang ada gambar bunganya dan hal-hal kecil lainnya. Di tengah rasa bangga akan sikap kritisnya, saya juga merasa khawatir dengan alasan malunya itu.

Saya tidak mau anak saya peduli pada apa pendapat negatif orang. Saya tidak mau anak saya malu karena hal-hal sepele yang sifatnya malu karena bukan perbuatan terlarang. Karena dasar itu, saya terus mengingatkannya untuk tidak memusingkan apa kata orang-orang sepanjang yang dia lakukan tidak salah dan merugikan orang lain.

Saya merasa penggunaan rasa malu oleh bangsa kita mengalami pergeseran yang sangat ironis. Di tengah masyarakat banyak orang yang malu jika tidak punya kendaraan, tidak punya jabatan dan berpangkat, tidak punya rumah besar dan bagus, atau tidak berkue saat lebaran. Rasa malu diukur dengan materi. Untuk sebagian perempuan ada rasa malu kalau tidak ramping, tidak berkulit putih, tidak berbehel, tidak berkontak lense atau tidak bisa tampil seksi. Rasa malu diukur dari penampilan fisik. Tidak sedikit para remaja malu karena masih jomblo, tidak punya teman tajir, tidak gaul. Rasa malu diukur dari gengsi.

Di antara rasa malu yang tidak sedikitpun menyentuh substansi kepribadian itu, bangsa kita tidak malu berlaku tercela dan salah secara agama. Karena tuntutan malu secara materi oleh anak, istri, ataupun keluarga banyak orang tidak malu maling uang rakyat dan negara. Karena malu pada keadaan fisik, banyak orang yang tidak malu bertubuj palsu; operasi dan tempelan kosmetik yang pudar pada waktunya. Karena malu didasarkan gengsi, banyak remaja yang terjebak perbuatan asusila; sex bebas, ngedrugs, atau mengekspos tubuh untuk umum. Tingkat rasa malu bangsa ini sungguh-sungguh memalukan.

Entah bagaimana caranya mengembalikan nilai rasa malu itu pada tempat selayaknya. Rasa malu bangsa kita sudah sedemikian memprihatinkan. Kita menjadi bangsa yang tidak tahu malu, menghalalkan segala cara untuk memuaskan nafsu; memoles kejahatan dengan kebaikan.

Kepada anak-anak saya akan selalu saya katakan, kita harus malu pada diri sendiri jika kita berlaku salah dan melanggar ajaran agama. Meletakkan malu pada orang lain untuk hal-hal yang duniawi semata, hanya akan menjadikan diri sebagai orang yang tidak tahu malu.

No comments: