Sabtu pekan ini (rencananya akan - tulisan ini
ditulis pertengahan Minggu ini) ada pawai di Bukittinggi. Kegiatan baris
berbaris dengan segala atraksi jalanan sebagai bagian dari perayaan
Hari Ulang Tahun kemerdekaan republik ini. Sementara Sabtu lalu, walau
sepertinya berkurang dari tahun ke tahun, beberapa tempat dihiasi
bendera merah putih sebagai penanda HUT RI ke 68.
Sepanjang yang
saya lihat dan rasakan - dari tahun ke tahun, apresiasi masyarakat kita
terhadap peringatan hari kemerdekaan sepertinya berkurang. Jika ini
dikorelasikan dengan kondisi bangsa dan negara ini, saya merasa ada
degradasi rasa cinta tanah air di republik ini. Makin ke sinin banyak
masyarakat yang tidak begitu peduli dengan sejarah dan nilai-nilai
patriotisme leluhur. Akibatnya, kehidupan berbangsa pun mulai mengendor.
Bangsa kita hidup dalam lingkaran hedonis nan individualis.
Mementingkan diri sendiri.
Pendapat saya bukan tanpa dasar. Dari
sekian banyak anak sekolah, remaja, dan pegawai, sedikit sekali di
antara mereka yang hapal sila-sila Pancasila. Itu belum pada taraf
implementasi nilai dan butir-butirnya loh. Trus, tidak banyak pula yang
bisa menyanyikan lagu kebangsaan. Pas saat hari-hari penting nasional, -
termasuk saat perayaan HUT RI - tidak seberapa yang mau mengibarkan
bendera merah putih.
Memang sih nilai patriotisme dan
nasionalisme bangsa ini tidak bisa diukur dengan tingkat kehapalan lagu,
sila atau bendera yang berkibar di halaman rumah. Tapi kalau indikasi
tersebut disangkutkan dengan perilaku masyarakat yang semakin
individualis hedonis, ini perlu dikhawatirkan. Liat saja korupsi yang
semakin diberantas justru semakin dilakukan. Liat pula tawuran antar
kelompok atau warga atas nama sesuatu yang tidak penting. Di kalangan
remaja gaya hidup semakin tidak mencerminkan identitas kebangsaan.
Materi seolah lebih penting dari hubungan bersahabat dan bermasyarakat.
Saya
masih teringat saat masih di Belanda dulu. Orang Belanda yang katanya
individualis itu ternyata lebih cinta tanah air. Komparasinya sama
dengan penuturan saya di atas. Saat momen yang bersifat kebangsaan dan
kenegaraan semisal Hari Ratu, Hari Kemerdekaan, Festival-festival, atau
pertandingan bola, maka seluruh penjuru negeri Belanda akan dipenuhi
atribut Belanda; bendera dan warna oranye.
Pemasangan atribut
dan ornamen khas Belanda itu dijumpai sangat masif. Akibatnya,
orang-orang imigran dan pendatang sesaat di Belanda pun terpengaruh
merasakan dan mencintai Belanda. Mereka menjadi peduli pada negeri yang
mereka pijaki.
Pawai, bendera dan atribut lainnya memang bukan
satu-satunya bukti kecintaan kita pada negeri ini. Tapi, dengan
menggunakannya, setidaknya kita sudah memberi bukti bahwasanya kita
mengingat dan mengapresiasi kemerdekaan yang tengah kita nikmati ini.
Merdeka!
No comments:
Post a Comment