Translate

Wednesday, September 18, 2013

Polesan Lebaran

Pertengahan minggu depan kita akan meninggalkan Ramadan. Idul Fitri sudah menanti kita. Setiap orang menyambut Idul Fitri menyikapi dengan cara berbeda-beda. Ada yang meninggalkan Ramadan dengan cara biasa-biasa saja, cara sederhana, tapi tidak sedikit yang menyambut dengan gaya foya-foya.

Tidak ada salahnya kita menyambut lebaran dengan gembira ria. Namun bukan berarti kita harus menyikapi lebaran dengan gaya bermewah-mewahan. Karena bagaimanapun, Idul Fitri bukan ajang penampilan baru, pamer pakaian baru atau sajian kue di atas meja.

Tidak dipungkiri seluruh umat Islam senang merayakan Idul Fitri. Namun substansi kesenangan kita seharusnya bukan karena gaya hidup duniawi saja.    Perayaan lebaran semestinya justru menjadi tolak ukur bagi kita umat muslim, sejauh mana Ramadan telah berhasil membentuk pribadi baru. Pribadi yang tawakal.

Gaya hidup yang lebih memikirkan duniawi di kalangan masyarakat kita sudah cukup memprihatinkan. Apalagi gaya hidup itu dikait-kaitkan dengan ritual keagamaan. Kita seakan menjadikan praktik beragama sebagai tolok ukur gaya hidup.

Jangankan dalam menyambut lebaran. Saat Ramadan saja sudah seperti itu. Banyak yang lapar mata dan kerasukan menjelang berbuka. Masak atau beli ini dan itu hingga pengeluaran justru membengkak selama puasa. Padahal, substansi Ramadan itu adalah mengajarkan manusia untuk hidup sederhana.

Maka akan sangat ironis sekali gaya hidup yang duniawi juga diterapkan menyambut Idul Fitri. Sah-sah saja berbaju baru dan berkue aneka rasa. Namun jika tidak ada, bukan berarti harus dipaksa. Bagi yang berada, sebaiknya juga tidak perlu pamer gaya. Inti dari Idul Fitri itu hanya pribadi sendiri yang rasakan. Sepanjang sudah menjadi pribadi yang baik, itu artinya berhasil selama Ramadan. Kalau pribadi dan perilaku masih begitu-begitu saja, pakaian dan segala yang baru tidaklah akan memberi makna. Bagaimanapun lebaran bukan polesan.

No comments: