Translate

Thursday, September 20, 2012

Kuliah tanpa Arah


Pada suatu waktu, saya berkesempatan berbincang-bincang dengan sekelompok remaja yang berstatus mahasiswa. Dalam kesempatan itu, senang sekali mengulik-ngulik minat dan orientasi akademik yang mereka tekuni. Cuma, sayangnya di luar dugaan, pada umumnya para mahasiswa itu gak punya minat yang besar dengan apa yang mereka jalani. Nah, kalo dah gitu, buat apa dong kuliah.

Mahasiswa dalam kondisi tanpa arah kek gitu banyak dan gampang banget nemuinnya. Kalo urusan gaya dan dandanan pasti nomor satu, tapi kalo untuk urusan kuliah, banyak keluhnya. Dan kalo dah gitu, sering ngulang, karena banyak nilai yang jeblok. Beruntung kalo dikasih dosen nilai pas-pasan.

Maka, sangat ironis jika ada mahasiswa yang mengaku tidak menaruh minat dengan mata kuliah yang diambilnya. Dan lebih menyedihkan lagi tidak suka dengan jurusan yang diambilnya. Yah… ngabisin umur aja gitu. Buat apa melakukan sesuatu yang gak dimininati dan gak disukai? Mending pake aja duit kuliah buat modal usaha atau sesuatu yang lebih bermanfaat.

Bolehlah beranggapan dan mikir mumpung masih muda dan jalan masih panjang sehingga gak perlu mikir yang rumit-rumit dulu. Dan urusan kuliah adalah urusan hari ini, urusan nanti dipikirin nanti. Cuma, apakah hidup memang selurus yang dibayangkan seperti itu? Well… sorry to say, hidup tidak segampang itu. Memang ada faktor keberuntungan dalam hidup, namun ada usaha keras yang mesti dilakukan untuk mendapatkan keberuntungan itu.

Kadang hal ini emang sering luput diperhatikan para mahasiswa. Banyak yang beranggapan kalo jadi mahasiwa adalah sebuah prestise yang sangat dibanggakan. Bangga karena memiliki status orang yang berpendidikan, tinggal di kota, punya pergaulan dan dianggap memiliki wawasan luas daripada orang-orang tua. Namun hakikat dari kebanggaan itu sendiri tidak dimaknai dengan kesadaran. Alhasil, kuliah hanya jadi tameng sesaat doang.

Sesaat? Ya iyalah… Kalo kuliah bisa menjadi alasan untuk mendapat subsidi penuh dari orang tua, kuliah bisa menaikkan gengsi sebagai kaum intelektual, dan kuliah juga bisa membuat kita sama dengan remaja kebanyakan lainnya, kan hanya sampai saat diwisuda. Selepas itu? Kita kembali bukan siapa-siapa.

Euforia menyambut hari wisuda yang telah menyita energy dari subuh hingga tengah hari itu adalah saatnya kita secara resmi dikukuhkan melepas status kemahasiswaan alias pengangguran. Beruntung ada yang sudah bekerja atau orang tuanya punya modal gede buat bikini usaha. Bagi yang tidak seberuntung itu, akan mengalami kegamangan. Pada hari itulah mulai terasa enaknya kuliah, kangennya tugas-tugas yang dibebankan dosen, dan segala aktivitas kampus dan akademik yang dianggap angin lalu saja.

Di saat bathin sudah mulai menolak segala dukungan finansial dari orang tua. Kita tidak punya justifikasi yang lebih tepat untuk menerima bantuan keuangan itu. Tidak ada pilihan lain, selain mencari penghasilan sendiri, melamar kerja ke sana kemari. Dan, tentunya, lamaran kita akan dijawab sesuai dengan kompetensi yang kita pupuk semasa kuliah dulu. Namun, tidak menyukai mata kuliah yang dipelajari jelas tidak akan memupuk kompetensi kita bukan?

No comments: