Translate

Thursday, September 20, 2012

Busung Lapar VS Busung Kenyang

Sebuah postingan teman di facebook membuat hati saya menjadi miris dan perih. Di postingannya itu terpapar satu foto yang memilukan hati dan mengusik rasa kemanusiaan saya. Foto itu menampakkan dengan jelas seorang ibu Negro yang bertubuh kurus memandang pilu ke dalam sebuah lobang kecil, dimana di dalamnya meringkuk jasad bocah yang kemungkinan adalah anaknya. Jasad bocah itu telanjang mempertontonkan tubuhnya yang hanya dilapisi kulit pembalut tulang.

Afrika adalah salah satu benua yang sering dilanda kelaparan. Kasus kelaparan paling memprihatinkan yang paling terkahir diekspos adalah di negara Somalia. Dari sebuah situ berita disebutkan yang mengutip laporan PBB, kelaparan membuat paling tidak 20 persen rumah tangga menghadapi kekurangan pangan yang ekstrem, kekurangan gizi yang akut pada lebih dari 30 persen penduduk, dan dua kematian untuk setiap 10.000 orang setiap hari. Sementara itu, ancaman kelaparan juga mengintai sekitar 12,4 juta orang di negara-negara Tanduk Afrika termasuk bagian-bagian dari Ethiopia, Djibouti, Kenya dan Uganda karena dampak musim kering yang terburuk dalam puluhan tahun di wilayah itu dan diperlukan bantuan kemanusiaan.

Kasus kelaparan yang menusuk relung hati itu semestinya menyadarkan kita betapa beruntungnya kita tinggal dan bisa hidup di negara yang (katanya) makmur ini. Kita bisa memilih makan apa yang kita mau dan bisa nongkrong di setiap mall untuk mencicipi aneka resep masakan impor. Dengan keberuntungan dan dengan kelebihan yang kita miliki itu kadang kita sering lupa, dan khilaf bahwasanya tidak semua orang bisa merasakan apa yang kita rasakan. Akibatnya, kita menjadi boros, royal dan cenderung kufur terhadap nikmat yang kita terima.

Bagaimana tidak, tidak jarang kita melihat banyak di antara kita yang sering mubazir di saat makan. Makanan yang ada dihadapan acap bersisa dan akhirnya terbuang ke tong sampah. Banyak contoh yang bisa kita ungkap. Contoh kecil saja, saat makan ayam di restoran cepat saji kita sering melihat banyak anak muda (yang tua juga) menuang saos dengan penuh nafsu. Padahal tidak semua saos yang dituang itu dihabiskan dan akhirnya terbuang begitu saja. Makan di tempat baralek misalnya lagi. Kita sering melihat orang yang mengambil makanan segunung namun habisnya cuma seupil. Sisanya, terbuang begitu saja. Belum lagi di rumah yang juga sering kita alami.

Tidak perlu jauh-jauh melihat kasus kelaparan yang nun di benua Afrika sana. Di sekitar kita, banyak orang yang juga tidak beruntung bisa makan tiga kali sehari. Bahkan untuk mendapatkan sesuap nasi, mereka mesti banting tulang yang tidak terperi.

Tidak perlu lah menunggu ada kasus kelaparan untuk bisa menyadarkan kita agar bisa lebih hemat dan tidak mubazir. Bukankah dalam agama pun kita tidak dibolehkan bersifat demikian. Kalaulah kita memang sudah berkelebihan, tidak ada salahnya kita tetap hidup sederhana. Toh hidup tidak akan lurus-lurus saja. Kalau kini kita bisa makan mewah dan melimpah, siapa tahu suatu saat nanti kita justru harus menghadapi nasib sebaliknya. Kalau kini kita busung kenyang, tidak ada jaminan kalau suatu saat nanti kita juga bisa mengalami nasib busung lapar. Wallahualam..

No comments: