Translate

Sunday, May 27, 2012

Coretan Sukses


Pekik kegembiraan baru saja terdengar dari para lulusan SMA. Setelah selama tiga tahun bersitungkin di bangku sekolah,  akhirnya perasaan bebas itu bisa dipekikkan juga. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat, tapi terasa sangat lama. Apalagi mengingat sistem pendidikan sekolah yang mengarahkan para siswa pada satu muara akhir; lulus UN. Dan sistem itu sudah harus dihadapi para siswa sejak pendidikan dasar.  Alhasil, kelulusan diekspresikan para pelajar sedemikian rupa, termasuk dengan mencoreng-coreng di pakaian sekolah dan arak-arakan.
Tidak perlulah membahas lagi kontroversialnya UN dan pelaksanannya. Sudah cukup banyak yang bersuara dan menuliskan kegelisahan mereka tentang kebijakan yang membuat siswa dan guru hanya mengejar target angka-angka. Saking sibuknya dengan nilai di atas kertas, pendidikan moral dan kehidupan sosial siswa terabaikan.
Namun, perlulah juga menilik kebiasaan mencoret-coret pakaian sekolah para siswa yang baru lulus SMA.  Kalau dulu, corat-coret  tidak hanya sebagai bentuk ekspresif, pelampiasan kelulusan. Dalam tiap coretan ada nama dan tanda tangan para teman setiap siswa. Coretan diiringi dengan tukar alamat. Tujuannya agar jadi kenangan dan tetap bisa berhubungan surat jika seandainya terpisah jarak.  Hari ini, isi dari coretan di pakaian putih abu-abu itu relatif sama, meski ada semprotan cat pylox di sana sini. Cuma, hari gini gitu loh… Di saat situs jejaring sosial; facebook, twitter, dan semacamnya serta jaringan komunikasi yang semakin canggih lewat  BBMan dan SMSan? Masih mau catat alamat di baju?
Maka jadilah sekarang, corat-coret hanya sebagai bentuk pelampiasan kululusan belaka.  Pelampiasan itu makin menjadi-jadi dengan aksi konvoy berkendaraan keliling kota, memamerkan baju yang semula  putih abu-abu berubah  meriah bak warna pelangi. Tidak cukup sampai di baju, muka dan badan pun habis dipylox.  Mereka yang lulus bergembira ria dan bersuka cita. Mereka yang tidak, merana dan bahkan mungkin mendendam.
Bersuka ria sih  boleh-boleh saja, asal tidak membuat lingkungan dan orang lain merasakan sebaliknya. Masak sisa pylox kamu dipakai untuk mencoreng dinding rumah orang dan fasilitas umum? Konvoynya kok juga bikin jalan umum macet dan membahayakan pengguna jalan lain? Sudah gitu, keamanan juga diabaikan dengan tidak menaati aturan lalu lintas.
Guys, ekpsresif sah-sah sajak. Tidak mau menyumbangkan baju sekolah itu juga hak kamu. Cuma, kalau sudah mengganggu ya nggak wajar lagi dong. Kesuksesan kan tidak harus diekpsresikan dengan cara yang destruktif.
Dua jempol buat kamu yang sudah lulus. Sebuah prestasi telah kamu raih dalam hidup. Namun sebuah atau ratusan corengan di baju dan jalanan sekalipun tidak akan membuat kesuksesan itu akan jadi bermakna. Karena sejatinya, makna kesuksesan itu ada dalam diri kamu dan keluarga dan orang-orang disekeliling kamu. Perjalanan hidup ini masih jauh ke depan dan banyak tantangan yang harus kamu taklukan. Bagi yang mau kuliah, sebentar lagi SNMPTN akan menanti, dan itu artinya ada tantangan akademis lagi yang harus dihadapi. Bagi yang tidak beruntung karena faktor ekonomi, saatnya mulai menghadapi kompetisi  di dunia profesi. Dalam setiap langkah itulah keberhasilan harus ditorehkan, bukan sebaliknya mencoreng kesuksesan yang sudah susah-susah kamu usahakan.

No comments: