Translate

Monday, October 29, 2012

Uang Kertas Sayang, Uang Kertas Malang


Dulu, sudah jadi kebiasaan bagi saya menukarkan uang yang nilainya rendah jika melakukan perjalanan ke luar negeri dan bertemu banyak orang beda negara. Selain sebagai souvenir, saya juga menganggapnya sebagai kenang-kenangan. Meski dari segi nilai nominal rendah, namun tetap saja indah mengkoleksi uang dari berbagai negara itu.

Dari kebiasaan itu ada satu hal menarik yang saya perhatikan. Uang-uang kertas yang saya tukarkan itu mulus dan bagus-bagus. Walaupun jika dirupiahkan sama dengan seribu atau dua ribu rupiah, namun uang yang saya terima masih tegang tidak berlipat. Kalaupun ada lipatan, tidak lebih dari satu atau dua. Masih terlihat seperti baru. 

Dan alangkah malunya saya ketika uang rupiah yang saya berikan sebagai barteran justru sudah dalam kondisi memprihatinkan; seperti diremas, penuh lipatan bahkan ada yang kucel dan bau terasi. Padahal, mata teman-teman saya sudah terbelalak melihat uang dengan angka Rp 1000 yang mereka pikir nilainya sangat fantastis. 

Kalau dipikir-pikir asal muasal uang kucel yang ada di dalam tas saya yang saya jadikan sebagai penukar uang asing dengan teman-teman internasional saya tersebut mungkin punya cerita yang sangat panjang. Uang seribuan itu dipastikan semula baru, dan ditukarkan menjelang lebaran atau libur hari raya lainnya. Dengan nilai sebesar itu, uang itu hanya berpindah tangan ke anak-anak sebagai angpau. Namun, itu tidak bertahan lama, tangan lasak mereka dengan sembrono memasukkan uang ke dalam kantong sehingga mematahkan uang kertas baru tersebut. Selanjutnya bisa dipastikan, uang itu mulai terlipat-lipat, terpilin-pilin, tergulung, tercoret, atau ternoda oleh tangan berdarah pedagang ikan, ayam atau daging hingga baunya pun sudah seperti sejarah panjang kehidupan manusia.

Sudah menjadi kebiasaan bagi kita memperlakukan uang dengan semena-mena. Lihatlah isi kantong kita dan keruk isinya. Kalau ada uang kertas di sana, perhatikan bagaimana bentuknya. Sangat memprihatinkan. Kesadaran menjaga dan merawat uang kertas memang masih rendah di tengah-tengah masyarakat. Ini bukan hanya di kalangan masyarakat kalangan bawah saja, tapi juga kalangan atas. Mahasiswa (yang semestinya berpendidikan) pun memperlakukan uang seenaknya. Akibatnya, uang rupiah yang gengsinya tidak bagus di antara mata uang asing lainnya, juga buruk di tengah-tengah masyarakat pemiliknya. Bagaimana bisa mengangkat martabat mata uang rupiah kalau kita sendiri tidak menjaga fisiknya dengan baik.

Tidak heran kalau banyak uang yang harus didaur ulang. Menurut berita Antara, tahun lalu saja, Bank Indonesia Cabang Bengkulu sejak 2009 hingga November 2011 memusnahkan Rp 1,695 trilun uang kertas yang lusuh maupun ditarik dari peredaran. Begitu banyak uang yang tidak layak edar dengan kondisi seperti yang disampaikan di atas. Kejadian itu merupakan salah satu gambaran bahwa masyarakat belum memperlakukan uang dengan baik. 

Sudah saatnya kita berlaku baik pada uang kertas. Karena, uang telah berlaku baik pula pada kita.

No comments: