Translate

Friday, January 18, 2013

Lebaran !


Kita akhirnya meninggalkan bulan yang penuh berkah ini. Bagi sebagian kita, perjalanan menuju akhir Ramadan disikapi dengan kepiluan dan rasa sedih. Bagi sebagian lainnya (gak muna ya..), hari-hari menuju pergantian menuju Syawal justru dinanti-nanti dan disambut dengan suka cita bahkan kadang dimaknai dan disikapi dengan cara yang salah.
Bagi yang merasa berat berpisah dengan Ramadan karena pertimbangan amalan dan berkah di bulan suci tersebut. Segala amal kebaikan akan diganjar dengan pahala yang berlipat ganda. Sebuah kesempatan yang tentunya tidak bisa begitu saja didapat di bulan-bulan lainnya. Gak Cuma soal ibadah, pintu rejeki pun sepertinya lebih terbuka selama bulan shaum. Perhatiin aja deh, pasar ramai, kegiatan jual beli meningkat, ada THR, bonus ini dan itu dari kantor. Pokoknya, pintu rejeki sepertinya terbuka dari mana saja.
Namun, tidak semua yang beranggapan demikian kan? Bagi yang menganggap puasa itu membebani tentu juga ada. Gak bisa makan-minum seenaknya, merasa capek seharian, gak bisa melakukan dosa kecil dan ringan (padahal yang namanya larangan melakukan dosa gak selama Ramadan aja).
Terlepas dari suka dan tidak, Ramadan telah berganti Syawal. Idul Fitri pun datang. Sayang, lagi-lagi ada di antara kita yang memaknai Idul Fitri dengan salah sehingga menyikapinya pun dengan cara yang tidak benar. Idul Fitri seharusnya dimaknai sebagai ‘Kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci‘ sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Secara metafor, kelahiran kembali ini berarti seorang muslim selama sebulan melewati Ramadhan dengan puasa, qiyam, dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali berislam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan (Lembar Risalah An-Natijah No. 39/Thn. XIII - 26 September 2008).
Adalah kesalahan besar apabila Idul Firi dimaknai dengan ‘Perayaan kembalinya kebebasan makan dan minum‘ sehingga tadinya dilarang makan di siang hari, setelah hadirnya Idul Fitri akan balas dendam, atau dimaknai sebagai kembalinya kebebasan berbuat maksiat yang tadinya dilarang dan ditinggalkan kemudian. Karena Ramadhan sudah usai maka kemaksiatan kembali ramai-ramai digalakkan.
Ketika menyambut pergantian Ramadan dan merayakan Idul Fitri setidaknya ada tiga sikap yang harusnya kita punyai, yaitu: rasa penuh harap kepada AllahSWT untuk diampuni dosa-dosa yang berlalu, melakukan evaluasi diri pada ibadah puasa yang telah dikerjakan dan mempertahankan nilai kesucian yang baru saja diraih.
Well, berlalunya bulan Puasa emang gak bisa dihindari dan udah pasti. Itu artinya, semestinya kita kembali kepada naluri kemanusiaan yang murni, kembali kepada keberagamaan yang lurus, dan kembali dari segala kepentingan duniawi yang tidak Islami. Usai Ramadan kita menjadi pribadi yang teladan.
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir dan bathin.

No comments: