Ketika nabi Ibrahim As. mendapatkan wahyu untuk
menyembelih putranya sendiri, Nabi Ismail As, terjadi pergolakan bathin
yang sangat dahsyat dalam dirinya. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih
antara melaksanakan perintah Allah SWT atau mempertahankan buah hati
yang tercinta yang sudah lam dinanti-nantinya. Sungguh itu sebuah
pilihan yang dilematis. Namun karena ketakwaan dan kecintaan nya kepada
Sang Pencipta melebihi segalanya, maka perintah tersebut beliau
laksanakan juga, walau pada akhirnya nabi Ismail as digantikan dengan
seekor hewan kurban.
Dalam konteks kekinian, Hari Raya Idul Adha
dalam perspektif Islam harus diisi dengan berbagai nasihat, syiar, dan
ibadah yang mengandung nilai-nilai sosial, di samping merupakan
kesempatan untuk membahagiakan setiap insan di muka bumi. Allah SWT
telah mengaitkan Idul Adha ini dengan nilai sosial yang abadi dalam
bentuk pengorbanan.
Pengorbanan artinya menyerahkan sesuatu yang
dimilikinya kepada orang yang membutuhkannya. Pada hari raya ini dan
hari-hari tasyrik, Allah mensyariatkan bagi yang mampu untuk menyembelih
hewan kurban yang dibagikan kepada fakir miskin, karib kerabat, dan
sebagian untuk keluarganya sebagai upaya menebar kebahagiaan di muka
bumi.
Dalam syariat kurban terkandung makna pengokohan ikatan sosial
yang dilandasi kasih sayang, pengorbanan untuk kebahagiaan orang lain,
ketulusikhlasan, dan amalan baik lainnya yang mencerminkan ketakwaan.
Di
luar konteks Idul Adha, dalam kehidupan sehari-hari barangkali kata
pengorbanan juga acap kita dengarkan dan mungkin kita lakukan. Ada yang
berkorban demi keluarga, anak, istri, jabatan, uang dan segala sesuatu
yang melekat dengan kehidupan duniawi. Bahkan di kalangan remaja
sekalipun, istilah pengorbanan tidak luput dari keseharian bahkan
mungkin pernah merasa berkorban. Kita kadang sering mengorbankan
kepentingan pribadi demi teman, pacar, kuliah serta berbagai macam demi
lainnya.
Namun seberapa pantas pengorbanan itu dilakukan? Seberapa
besar reward yang kita peroleh dari pengorbanan itu? Nilai apa yang
tertanam dalam pengorbanan kita tersebut? Sukur-sukur ada nilai ibadah
yang bisa kita peroleh dari pengorbanan tersebut. Kalau hanya demi orang
lain dengan tujuan bukan untuk memperbanyak pahala dan tidak didasari
keikhlasan, niscaya pengorbanan akan berujung penyesalan.
Merefleksikan
kembali nilai ibadah kurban pada Idul Adha dengan berbagai pengorbanan
yang telah kita lakukan, sudah sepatutnya kita meluruskan kembali niat
atas apa yang kita perbuat. Sebaik-baiknya pengorbanan haruslah didasari
keikhlasan demi Allah semata. Jadi pengorbanannya "miapa"? Yang pasti
bukan demi apapun yang sifatnya hanya untuk kesenangan sementara semata.
No comments:
Post a Comment