Translate

Thursday, January 24, 2013

Whatever, I Love Indonesia


Postingan kalimat di atas menghiasi beberapa dinding teman-teman facebook saya. Sebuah kalimat nasionalis yang menunjukkan semangat mencintai negara ini, apapun itu kondisinya. Bahkan, seorang teman dengan patriotisnya memberi komen, “udah terlalu banyak yang komplain dan mengkritik, rasain aja gimana rasanya capek-capek ngurus visa kalo mau ke Bali atau ke Lombok! Dimana lagi kita bisa bebas beli gorengan di pinggir jalan kalo bukan di negeri ini.”
Siapapun itu, yang merasa menjadi warga negara Indonesia mungkin akan mengatakan cinta Indonesia, seberapapun parahnya kondisi mereka. Jangankan orang Indonesia yang nenek moyangnya jelas-jelas berdarah Indonesia, umumnya bule-bule pekerja di Indonesia saja cinta Indonesia. Bahkan, untuk pembuktiannya mereka mau menikahi orang Indonesia dan membeli properti sekaligus bisa hidup mewah di sini untuk mereka bernaung di hari tua nanti. Gila aja, di negara mereka belum tentu bisa begitu.
Postingan semangat mencintai Indonesia itu sangat ada benarnya. Namun dengan mengatakan tidak mencintai negeri ini karena mengkritik belum tentu pula benar. Kritik yang membangun itu menunjukkan bahwa ada kepedulian terhadap nasib negara dan bangsa ini.
Di tengah-tengah mata kuliah kebudayaan, saya sempat memancing tanggapan mahasiswa saya tentang nasib negara ini. Mereka prihatin dan menyesalkan begitu banyak ketimpangan yang terjadi di negara ini. Namun, begitu ditanya apakah mereka mencintai tanah air mereka, seratus persen mereka menjawab rasa cinta tanah air itu tidak akan pernah hilang.
Ketidak-sukaan mereka hanya pada para penyelenggara negara yang korup, orang-orang yang mengambil keuntungan atas derita orang lain. Dan sangat amat disayangkan, orang-orang begitu cukup banyak di bumi pertiwi ini. Sialnya, mereka adalah orang-orang yang menjadi pengambil kebijakan dan penentu nasib orang Indonesia sebagai warga negara.
Tidak dipungkiri kalau Indonesia adalah jamrud khatulistiwa. Negeri yang kaya dengan berbagai sumber daya alam, seni dan budaya. Negeri di mana tongkat pun ditanam akan tumbuh dengan sendirinya. Ironisnya, negeri yang kaya raya ini tidak mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya. Kekayaan hasil bumi pertiwi ini terkotak-kotak pada sekelompok orang tertentu. Sementara rakyat jelata banyak hidup dalam duka lara.
Tentu kita harus memainkan peran kita sebagai warga negara. Kita generasi muda, boleh saja menista ketimpangan dan pembodohan. Sah-sah saja mencaci korupsi yang terus terjadi. Namun, perlu diingat, peran kita tidak hanya berhenti sampai di situ. Kita harus terus berbuat melawan apa yang kita benci dengan bukti.
Semua kita punya peran dan kesempatan. Kalau kita benci dengan korupsi dan pembodohan, tunjukkan perilaku yang lurus dan berpendidikan. Hanya dengan begitu kita bisa melawan. Sehingga ketika kesempatan yang lebih besar datang di genggaman, kita tidak gamang dan hanyut di arus negative yang kita benci di negeri ini. Karena whatever, we love Indonesia.

No comments: